REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Aceh mengatakan tenaga kesehatan, baik yang berstatus aparatur sipil negara (ASN) maupun non-ASN mestinya tidak menolak untuk divaksin Covid-19. Sebab, langkah ini salah satu cara pemerintah dalam mengakhiri pandemi.
Ketua IDI Aceh Safrizal Rahman mengatakan, ASN mestinya menyukseskan program pemerintah. Sehingga tidak ada alasan bagi ASN, tenaga kesehatan, apalagi tenaga kesehatan berstatus ASN menolak vaksinasi.
“Karena vaksinasi adalah proses yang sudah sangat diyakini kebenarannya dan sudah melalui proses-proses yang legal dan disahkan oleh badan resmi seperti BPOM, yang harusnya tidak ditolak lagi demi upaya untuk menyelesaikan pandemi,” katanya di Banda Aceh, Senin (8/2).
Safrizal menjelaskan vaksinasi Covid-19 merupakan program pemerintah. Sedangkan ASN orang-orang yang bekerja di pemerintahan.
Dia menilai tepat kebijakan Gubernur Aceh Nova Iriansyah mengeluarkan Instruksi Gubernur (Ingub) Aceh tentang Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19 Bagi Tenaga Kesehatan (Pegawai Negeri Sipil dan Tenaga Kontrak) dalam upaya memaksimalkan vaksinasi di lingkungan tenaga kesehatan, lengkap dengan sanksi bagi mereka yang menolaknya.
Baca juga : 19 Kabupaten/Kota di Jabar Diminta Genjot Vaksinasi Nakes
“Kelemahan banyak orang di kita adalah mendapatkan informasi dari media sosial tapi tidak cek-ricek, benar atau tidaknya. Terima mentah, pada akhirnya jadi begini (menolak vaksinasi, red.),” katanya.
Safrizal menambahkan organisasi kesehatan tidak hanya IDI, tetapi ada keperawatan, bidan, dan lainnya. Untuk kalangan dokter di Aceh, kata dia, sejauh ini mereka yang memenuhi kriteria vaksinasi tidak menolak menjalani penyuntikan.
“Kita sudah buat surat edaran terkait hal tersebut. Kita sudah mengecek ada beberapa teman yang belum divaksin itu karena beberapa hal seperti adanya alergi, komorbid, dan sebagainya. Tapi secara umum rata-rata mau (vaksinasi, red.),” katanya.
Menurut dia, adanya beberapa tenaga kesehatan lain yang tidak mau menjalani vaksin karena terpapar hoaks di media sosial. “Jadi yang terbayang pada mereka adalah apa yang mereka dapat di media sosial. Sesudah kita berikan penjelasan, mereka kemudian mau. Organisasi profesi juga harus menyosialisasikan kepada anggotanya secara ilmiah,” katanya.