REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Demokrat menjawab komentar kader senior Partai Demokrat Yus Sudarso yang mempertanyakan kepemimpinan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Selama setahun terakhir, Demokrat justru sedang memanen efek positif kepemimpinan AHY.
"Sikap politik Demokrat yang menolak RUU Cipta Kerja, RUI HIP, dan RUU Minerba di parlemen, sesuai arahan Ketum AHY, menuai apresiasi luas dari publik," kata Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra dalam keterangan tertulis, Ahad (7/2).
Pada Pilkada 2020, Partai Demokrat menang 48 persen dari total daerah pilkada yang diikuti. Bahkan, kader yang menang Pilkada, mencapai 65 kader, terbanyak sejak 2015.
"Elektabilitas Partai Demokrat meningkat drastis sepanjang 2020, dibandingkan 2019. Data ini berdasarkan survei nasional yang digelar Polmatrix, Vox Populi Research Center, dan IDM, di Desember 2020-Januari 2021, dibandingkan dengan survei nasional yang mereka gelar sebelumnya," ujarnya.
Herzaky juga mengatakan, Partai Demokrat dalam kondisi solid. Ia mengklaim keberhasilan yang diraih Partai Demokrat tak lepas dari kepemimpinan AHY.
"Karena itu, statemen salah seorang kader senior mantan pengurus Partai Demokrat, Yus Sudarso, sangat tidak berdasar. Kader dan pengurus saat ini sangat antusias dan semangat menyambut Pemilu 2024. Ada optimisme baru yang muncul sejak kepemimpinan AHY," tuturnya.
Ia menambahkan, apalagi sebelumnya Yus menyampaikan ada empat faksi bergabung, mempertanyakan kepemimpinan AHY. Namun dua nama seperti ketua umum Partai Demokrat pertama Subur Budi Santoso dan Marzuki Alie membantah hal tersebut.
"Belum kita ketahui respon dua nama lainnya, apakah itu benaran faksi atau hanya sekedar gerombolan yang bersekutu dengan pihak kekuasaan yang mencoba menginisiasi gerakan pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat yang sah," kata dia.
Herzaky juga membantah pernyataan Yus yang menyampaikan tidak ada salahnya menjemput Kepala Staf Presiden (KSP) Jenderal (Purn) Moeldoko. Bahkan, ia mengatakan, mereka berencana menjemput Moeldoko sebagaimana menjemput Bapak SBY pada tahun 2004 sebagai calon presiden.
"Kalau KSP Moeldoko mau menjadi capres melalui Partai Demokrat, masuk dulu sebagai kader Partai Demokrat. Jangan tiba-tiba ingin menjadi ketua umum, apalagi melalui Kongres Luar Biasa. Itu saja sudah salah besar. Itu inkonstitusional," tegasnya.