Jumat 05 Feb 2021 13:39 WIB

Ekonomi 2020 Tumbuh Minus Jadi Cermin Penanganan Pandemi

Konsumsi rumah tangga yang masih anjlok bukti masyarakat tak miliki kekuatan ekonomi.

Pedagang mengangkut pakaian di Pasar Tasik, Tanah Abang, Jakarta. Konsumsi rumah tangga yang masih anjlok 3,61 persen sepanjang kuartal IV 2020 turut berkontribusi ke pertumbuhan ekonomi yang minus. Pandemi yang belum berakhir membuat masyarakat memilih menahan laju konsumsinya.
Foto:

Hari ini Badan Pusat Statistik mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang tahun 2020 mengalami kontraksi dengan angka minus 2,07 persen. Ini pertama kali terjadi sejak krisis ekonomi yang melanda dunia tahun 1998 silam.

Kepala BPS, Suhariyanto, mengatakan, kontraksi ekonomi yang terjadi pada 2020 tidak terlepas dari dampak pandemi Covid-19 yang melanda di seluruh dunia. Dampak buruk terhadap perekonomian tidak bisa dihindari sehingga menimbulkan tekanan secara global.

"Sejak 1998, pertama kalinya pertumbuhan ekonomi Indonesia kembali alami kontraksi, karena tahun 1998 ada krisis moneter. Dan, 2020 ini, karena pandemi Covid-19," kata Suhariyanto.

Pada 1998 lalu, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat minus 13,16 persen. Adapun pada 2020, jika dilihat per kuartal, pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2020 secara tahunan (year on year/yoy) masih positif yakni 2,97 persen. Angka tersebut sebetulnya sudah mulai mengalami perlambatan dari tren pertumbuhan sebelumnya yang berkisar pada level 5 persen.

Kemudian untuk pertama kalinya pada kuartal II 2020, pertumbuhan terkontraksi hingga minus 5,32 persen. Memasuki kuartal III, kontraksi kembali terjadi sebesar 3,49 persen dan membuat Indonesia masuk ke masa resesi.

Memasuki kuartal IV 2020, pertumbuhan mengalami perbaikan namun, tetap kontraksi yang 2,19 persen. Dengan tren pertumbuhan itu, secara kumulatif pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2020 minus 2,07 persen.

Suhariyanto mengatakan, tren tersebut menunjukkan adanya perbaikan dari kuartal II 2020 karena angka kontraksi terus mengecil. Namun, tetap dibutuhkan evaluasi bersama agar pemulihan pada 2021 bisa mulai dilakukan.

Kontraksi ekonomi turut disumbang oleh anjloknya konsumsi rumah tangga. Dalam hitungan BPS konsumsi rumah tangga anjlok 3,61 persen sepanjang kuartal IV 2020.

Meski anjlok, Suhariyanto mengatakan, angka tersebut masih lebih baik dari kuartal sebelumnya. Pada kuartal II 2020, konsumsi rumah tangga turun cukup dalam hingga minus 5,52 persen dari posisi kuartal I 2020 yang masih 2,83 persen.

Selanjutnya pada kuartal III 2020, konsumsi tercatat minus 4,05 persen dan mengalami sedikit perbaikan pada kuartal IV 2020.

Diketahui, konsumsi rumah tangga dan pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau investasi menjadi penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi dari sisi pengeluaran. Sumbangannya mencapai 90,26 persen. Oleh karena itu, dua sektor tersebut memegang peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional.

"Kontraksi pada pertumbuhan konsumsi rumah tangga ini tercermin dari berbagai indikator seperti penjualan eceran yang terkontraksi cukup dalam," kata Suhariyanto.

Suhariyanto mengatakan, penjualan mengalami kontraksi pada seluruh kelompok pengeluaran Seperti makanan, minuman, tembakau, sandang, suku cadang dan aksesoris, bahan bakar kendaraan, alat informasi dan telekomunikasi, hingga barang budaya dan rekreasi.

Selain itu, penjualan wholesale mobil penumpang dan sepeda motor juga mengalami penurunan. Jumlah penumpang angkutan laut, rel, dan udara juga turun karena pembatasan aktivitas selama pandemi. "Nilai transaksi uang elektronik, kartu debit, dan kartu kredit juga terkontraksi," ujarnya.

photo
Orang kaya semakin kaya saat pandemi - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement