Jumat 05 Feb 2021 13:39 WIB

Ekonomi 2020 Tumbuh Minus Jadi Cermin Penanganan Pandemi

Konsumsi rumah tangga yang masih anjlok bukti masyarakat tak miliki kekuatan ekonomi.

Pedagang mengangkut pakaian di Pasar Tasik, Tanah Abang, Jakarta. Konsumsi rumah tangga yang masih anjlok 3,61 persen sepanjang kuartal IV 2020 turut berkontribusi ke pertumbuhan ekonomi yang minus. Pandemi yang belum berakhir membuat masyarakat memilih menahan laju konsumsinya.
Foto:

Kontraksi ekonomi diperkirakan masih akan berlanjut di Tanah Air. Setidaknya hingga kuartal pertama tahun 2021.

Ekonom dari Center for Reform on Economic (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, menyebutkan, tren kontraksi ekonomi diperkirakan masih akan berlangsung hingga kuartal pertama tahun ini. Proyeksi tersebut dengan mempertimbangkan kebijakan pembatasan aktivitas sosial dan ekonomi yang kembali mengetat seiring pertumbuhan kenaikan kasus positif Covid-19.

Terlebih, Yusuf menyebutkan, pembatasan itu berlaku di Jakarta dan Pulau Jawa yang memiliki porsi besar terhadap ‘kue’ pertumbuhan ekonomi Indonesia. "Saya kira ini berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi di level negatif," tuturnya saat dihubungi Republika pada Jumat (5/2).

Kebijakan pembatasan aktivitas ini diberlakukan di tingkat pusat maupun daerah. Pemerintah pusat mengimplementasikan PPKM yang sudah dijalankan di Jawa-Bali selama hampir sebulan.

Sementara itu, di level daerah, pemerintah Bogor telah menerapkan kebijakan ganjil-genap secara ketat tiap akhir pekan mulai Sabtu (6/2). Pemerintah provinsi DKI Jakarta pun disebutkan akan mengkaji kebijakan lockdown akhir pekan.

Meski berdampak negatif terhadap ekonomi, Yusuf menekankan, kebijakan pembatasan aktivitas harus dilihat dalam perspektif lebih luas. Apabila dilakukan secara disiplin, langkah pengetatan ini diyakini mampu meningkatkan penanganan pandemi dari sektor kesehatan dan berimbas pada pemulihan ekonomi secara komprehensif.

Yusuf memberikan contoh Vietnam. Pada kuartal keempat, Vietnam melaporkan pertumbuhan ekonomi 4,5 persen pada kuartal keempat 2020 dan surplus 2,9 persen sepanjang tahun. Realisasi ini tercapai setelah mereka sempat kontraksi pertumbuhan hingga minus 40 persen saat awal terkena dampak pandemi.

Pencapaian itu tidak terlepas dari kebijakan lockdown yang sangat ketat dilakukan pemerintah Vietnam. "Tapi, kalau kita melihat pada akhirnya mereka bisa rebound ke level positif, kebijakan yang diambil memang tepat," ujar Yusuf.

Belajar dari Vietnam, Yusuf menuturkan, kebijakan pembatasan aktivitas sosial dan ekonomi yang ketat memang dapat menyebabkan kontraksi dalam. Tapi, kebijakan ini layak diambil apabila ingin mendorong perekonomian sepanjang 2021. "Kita harus melihat bagaimana kebijakan di satu kuartal bisa menyelamatkan asa pertumbuhan positif pemerintah untuk bisa tumbuh di tahun ini," ucapnya.

Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi, Arif Budimanta, sudah melihat ada indikasi pemulihan perekonomian meski pertumbuhan kuartal IV kemarin masih minus. “Ekonomi Indonesia kuartal IV 2020 terkontraksi minus 2,19 persen (yoy), hal tersebut sudah sesuai dengan yang diperkirakan, dan menunjukkan perbaikan dibandingkan kuartal III (yoy) yang minus 3,49 persen dan II (yoy) minus 5,32 persen,” kata Arif dalam keterangan tertulisnya.

Arif mengatakan pertumbuhan ekonomi yang masih terkontraksi itu karena tekanan dari dampak pandemi Covid-19 yang begitu besar menghantam perekonomian domestik, baik dari sisi konsumsi dan investasi. Pandemi juga telah menggoyahkan ekonomi global yang berimbas pada turunnya kegiatan perdagangan internasional.

“Dampak pandemi juga terasa di kuartal IV 2020, ketika agenda tahunan seperti Natal dan Tahun Baru tidak cukup kuat dalam menggerakan ekonomi seperti tahun-tahun sebelumnya,” ujar dia.

Namun, Arif mengklaim, jika pertumbuhan ekonomi Indonesia dibandingkan dengan negara-negara mitra dagang utama di periode yang sama, seperti dengan Singapura yang minus 5,8 persen, Amerika Serikat minus 3,5 persen, Uni Eropa minus 6,4 persen, kondisi ekonomi Indonesia relatif lebih baik.

Untuk keseluruhan 2020 yang lalu, pertumbuhan ekonomi RI tercatat minus 2,07 persen (yoy), namun pengeluaran konsumsi pemerintah masih tumbuh 1,94 persen. Dia meyakini jika disiplin protokol kesehatan terus terjaga, dan konsumsi masyarakat terus menggeliat, maka pada 2021 ekonomi Indonesia dapat tumbuh positif dan sesuai harapan.

“Untuk itu program padat karya dan program lain yang dapat membuka lapangan kerja menjadi sangat penting untuk meningkatkan daya beli masyarakat disamping program perlindungan sosial yang juga akan tetap dilakukan pemerintah,” ujarnya.

Arif meyakini sektor investasi juga dapat mempercepat pemulihan ekonomi nasional, karena dalam waktu yang tidak terlalu lama, peraturan turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Terbitnya beleid peraturan turunan UU Ciptaker diharapkan akan mendorong investasi secara signifikan dan menciptakan lapangan kerja baru.

Selain itu, sepanjang tahun 2021 ini pemerintah tetap menyediakan Anggaran Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional yang jumlahnya cukup besar. Angkanya direncanankan sebesar Rp 619,83 triliun atau sekitar 3,5 persen PDB nasional. “Itu artinya, pemerintah terus mendorong agar ekonomi kita pulih dalam waktu yang cepat baik dari sisi supply maupun demand," ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement