REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penggunaan dinar dan dirham sebagai alat transaksi kembali diperbicangkan. Hal tersebut menyusul ditahannya penggagas Pasa Muamalah Depok, Zaim Saidi beberapa waktu lalu.
Menanggapi itu Anggota Komisi XI DPR Anis Byarwati menilai, kasus yang baru-baru ini dialami Zaim Saidi, perlu didalami dengan teliti. Kata dia, apakah penggunaan dinar dan dirham pada Pasar Muamalah milik Zaim Saidi memang benar diniatkan untuk mengganti rupiah, atau hanya sekedar alat tukar atau mata uang komplementer yang biasa terjadi di tempat-tempat lain semacam koin tempat bermain anak-anak.
"Jika memang terjadi kesalahan, dan dengan pertimbangan bahwa besaran nilainya yang masih sangat kecil, maka diharapkan pihak berwajib hendaknya lebih mengutamakan fungsi edukasi daripada pendekatan penangkapan yang terkesan represif," kata Anis kepada Republika, Kamis (4/2).
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berpendapat, jangan sampai isu tersebut memunculkan kesan bahwa pemerintah tidak berpihak terhadap kepentingan umat Islam. Kata dia, istilah dinar dan dirham sangat akrab dengan umat Islam sebagaimana tertulis di dalam surah Ali Imran (3) ayat 175 dan surah Yusuf (12) ayat 20.
Selain itu, dirinya juga berpesan, agar sebaiknya pemerintah bertindak lebih arif bijaksana dan mengarahkan semangat kepemilikan dinar dan dirham untuk lebih bersinergi dengan gerakan ekonomi syariah yang menjadi program andalan pemerintah saat ini.
"Contohnya seperti pengembangan produk jual beli emas di bank syariah, atau contoh lain: wakaf produktif menggunakan dinar dan dirham," tuturnya.