Kamis 04 Feb 2021 04:37 WIB

Saran Pakar Agar Posko Covid Level Desa Bisa Efektif

Nilai gotong royong masyarakat Indonesia jadi modal utama posko Covid desa.

Warga melintasi spanduk sosialisasi protokol kesehatan pandemi COVID-19 di kawasan pemukiman Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (3/2/2021). Pemerintah kembali berencana menerapkan optimalisasi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dengan pendekatan tingkat lokal mulai dari RT, RW, kampung hingga desa guna efektivitas dalam memutus mata rantai penularan COVID-19.
Foto: NOVRIAN ARBI/ANTARA FOTO
Warga melintasi spanduk sosialisasi protokol kesehatan pandemi COVID-19 di kawasan pemukiman Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (3/2/2021). Pemerintah kembali berencana menerapkan optimalisasi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dengan pendekatan tingkat lokal mulai dari RT, RW, kampung hingga desa guna efektivitas dalam memutus mata rantai penularan COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Haura Hafizhah, Rizky Suryarandika, Mimi Kartika, Dessy Suciati Saputri

Setelah Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dianggap tidak efektif, pemerintah menjajal cara baru menekan penyebaran kasus Covid-19. Pos komando (posko) desa/kelurahan tangguh Covid-19 menjadi strategi terkini penanganan Covid-19. Desa/kelurahan menjadi pusat komando operasi penanganan Covid-19 yang berfungsi untuk mengoordinasikan, mengendalikan, memantau, mengevaluasi, serta mengeksekusi penanganan Covid-19 di masing-masing daerah.

Baca Juga

Pakar Epidemiologi dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, mengatakan posko Covid-19 level desa atau kelurahan bisa diterapkan asal pemerintah memiliki konsep yang jelas dan terstruktur kepada masyarakat. Sehingga posko ini berfungsi  sebagaimana mestinya.

"Saya kira ini bisa diterapkan asal konsepnya jelas posko ini apa. Jangan asal ada posko tapi tidak tahu nantinya konsepnya bagaimana. Masyarakat juga harus saling membantu. Di daerah seperti di desa juga harus inisiatif untuk memfasilitasi posko ini," katanya saat dihubungi Republika, Rabu (3/2).

Kemudian, ia melanjutkan Pemerintah Daerah (Pemda) tidak usah menunggu dari Pemerintah Pusat. Pemda bisa bergerak sendiri seperti berkoordinasi dengan kepala desa. Dari situ kepala desa bisa membuat balainya menjadi klinik.

"Nah, klinik itu nantinya menjadi tempat orang yang mengalami gejala ringan Covid-19 seperti tidak bisa mencium apapun dengan indra penciumannya. Jadi, ada tempat untuk karantina pasien Covid-19,"kata dia.

Nantinya, di klinik itu harus ada tenaga kesehatan juga yang mengawasi karantina pasien Covid-19 yang mengalami gejala ringan. Misalnya, ada yang dari Jakarta terus ke kampung halamannya yaitu ke daerah Jepara, Jawa Tengah. Dia mengeluh sakit dan pas diperiksa positif Covid-19.

Maka, orang itu bisa dikarantina di balai yang menjadi klinik itu. Sehingga semakin terdeteksi orang yang bergejala dan mereka bisa dikarantina selama dua minggu. Hal ini bisa mengurangi penyebaran virus Covid-19.

"Ya hal ini saya sudah usulkan dari Maret 2020. Tapi tidak apa-apa belum terlambat kalau memang benar-benar ingin diterapkan," kata dia.

Konsep penanganan yang justru dilakukan dari bawah sebenarnya bukan hal baru. Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Indonesia, Lisman Manurung, menduga pemerintah melihat konsep penanganan level desa dari Vietnam.

Lisman sendiri pernah menyaksikan keandalan desa di Vietnam dalam membina warganya. Keandalan itu dibuktikan dalam menekan laju infeksi Covid-19 di Vietnam. Berdasarkan perhitungan hingga Selasa (2/2), Total kasus Covid-19 di Vietnam hanya mencapai 1.850 kasus, sebanyak 1.460 di antaranya sudah sembuh. Angka kematian pun hanya 35 kasus. Kondisi ini berbeda jauh dari infeksi Covid-19 di Tanah Air yang telah mencapai lebih dari satu juta kasus.

"Konsep itu saya duga diterapkan oleh Vietnam. Vietnam berhasil terunggul di dunia mengatasi Covid bukan karena peran pemerintah, tetapi karena peran kepala desa," kata Lisman.

Lisman optimistis Indonesia sebenarnya bisa meniru Vietnam dalam penguatan desa/kelurahan dalam menekan pandemi. Menurutnya, warga Indonesia telah terbiasa dengan nilai gotong royong sehingga bisa saling bahu membahu mencegah meluasnya Covid-19 sekaligus membantu menangani mereka yang terinfeksi.

"Saya yakin nilai kegotongroyongan yang masih kuat di komunitas pedesaan akan mencapai dua tujuan. Pertama, mengalirnya bantuan langsung ke desa sehingga ada aliran dana, dan kedua, atas usaha mencegah kematian penduduk, mustahil mereka menjadi melupakan gotong royong," ujar Lisman.

Selain di pedesaan, Lisman menganggap nilai gotong royong masih ada di perkotaan atau di level kelurahan. Ia memantau kematian Covid-19 didominasi kelompok menengah hingga kelompok miskin. Sehingga ia berharap kedua kelompok itu saling bantu meredam infeksi.

"Maka langkah itu amat cocok untuk menekan kematian warga. Perkotaan kita terbanyak dihuni kaum menengah dan bawah. 30 persen lahan Jakarta merupakan kawasan kumuh dan padat, yang dihuni oleh 70 persen kalangan berpengasilan menengah dan rendah," ucap Lisman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement