REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Kepala Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) Partai Golkar Maman Abdurahman menegaskan partainya mendukung usulan belum perlunya revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Menurutnya, UU Pemilu yang baru disahkan pada periode lalu, belum bisa dinilai apakah perlu direvisi atau tidak.
Selain itu, dalam UU Pemilu saat ini mengatur pelaksanaan pilkada serentak 2024. Artinya, apa yang ada dalam UU tersebut belum dilaksanakan. “Kita belum bisa mengatakan apakah UU Pemilu ini berhasil atau tidak, mengingat pelaksanaan pemilu serentaknya di tahun 2024 belum dijalani,” tutur Maman dalam keterangan, Jumat (29/1).
Ia menyarankan penjadwalan pelaksanaan pilkada yang ada dalam UU Pemilu dapat dilakukan terlebih dahulu. Setelah itu, jika memang hasil evaluasi dinilai perlu dilakukan perubahan, bisa diusulkan untuk dilakukan revisi. “Kita jalani saja dulu UU Pemilu yang sudah ada ini supaya jangan sedikit-sedikit diubah,” tegasnya.
Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar ini meyakini kepala daerah yang masa jabatannya habis pada 2022 dan 2023 menyadari konsekuensi jadwal pilkada ini. Yakni, bahwa tidak ada pelaksanaan pilkada pada 2022 dan 2023 mendatang. “Saat mereka maju pada kontestasi politik di tahun 2017 dan 2018, sudah sangat paham dan mengerti betul tidak akan ada lagi pemilihan di tahun 2022 dan 2023,” ujarnya.
Sebab, pengesahan UU Pemilu dilakukan sebelum pelaksanaan Pilkada 2017. Artinya, menurut Maman, mereka yang berkontestasi pada 2017 dan 2018 sudah mengetahui tentang keserentakan Pemilu 2024.