Jumat 29 Jan 2021 03:41 WIB

Suara Sumbang Program Wakaf Uang yang Diluncurkan Jokowi

Cuitan sumbang wakaf uang tak terlepas dari polarisasi politik.

Wakil Presiden Maruf Amin mendampingi Presiden Joko Widodo saat meresmikan peluncuran Gerakan Nasional Wakaf Uang dan Brand Ekonomi Syariah di Istana Negara, Jakarta, Senin (25/1).
Foto:

Oleh : Nashih Nashrullah*

Perinciannya, wakaf melalui uang (setornya pakai uang tetapi untuk diwujudkan dalam bentuk bangunan, tanah, dan sebagainya. Jadi aset wakafnya berupa benda tidak bergerak seperti wakaf untuk masjid atau madrasah) sebesar Rp 580,53 miliar. Sedangkan yang murni wakaf uang (yang disetor adalah uang dan yang dinilai sebagai aset wakaf yang harus dijaga pokoknya adalah nominal uangnya. Wakaf uang inilah yg kemudian diinvestasikan ke dalam instrumen sukuk) terkumpul Rp 238,83 miliar.

Jumlah tersebut adalah akumulasi dari sejumlah nazir wakaf selama bertahun-tahun, itu maknanya, potensi wakaf yang diperkirakan mencapai Rp 180 triliun per tahun tersebut optimalisasinya masih jauh panggang dari api.    

Jadi taruhlah, suara sumbang di media sosial bukan persoalan serius dalam akselerasi penghimpunan wakaf uang dan anggap sebagai pelecut transparansi dan komitmen pemerintah beserta otoritas terkait, berarti ada persoalan mendasar mengapa wakaf uang selama ini sekadar dilirik pun tidak oleh masyarakat, yaitu soal lemahnya komunikasi publik dan literasi wakaf. Publik lebih familier dengan zakat yang bersifat wajib atau infak dan sedekah biasa. Padahal wakaf mempunyai banyak kelebihan baik dari aspek syariat ataupun pendayagunaannya. Wakaf merupakan satu-satunya pilar filantropi Islam yang bersifat sunnah dengan aturan pendayagunaan yang lebih fleksibel dibandingkan dengan zakat. Bila diniatkan wakaf pun, pahalanya akan tetap mengalir meski waqif (pewakaf) sudah meninggal dunia.

Jika demikian, tentu perlu kerja ekstra melibatkan semua pihak baik instansi pemerintahan ataupun organisasi kemasyarakatan Islam, tokoh agama, cerdik pandai, intelektual muda, termasuk generasi milenial sehingga muncul duta-duta wakaf, katankanlah ‘buzzer-buzzer’ wakaf. Perlu langkah massif untuk meyakinkan masyarakat bahwa wakaf adalah filantropi yang ‘bebas nilai’, ia tak terikat dengan rezim siapapun, sehingga dalam proses tata kelolanya tak perlu dicurigai apapun secara berlebihan yang malah bisa kontraproduktif. Di samping itu pula mengangkat success story wakaf secara terus menurus yang menunjukkan bahwa sejatinya wakaf adalah dari umat dan akan kembali ke umat.

*penulis adalah jurnalis republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement