Rabu 27 Jan 2021 18:27 WIB

Cerita Para Pemilik Warteg Bertahan di Tengah Pandemi

Warteg yang berlokasi di daerah perkantoran paling merasakan dampak pandemi.

Penjual melayani pembeli di Warteg City Bahari, Rawa Belong, Jakarta, Ahad (24/1/2021). Komunitas Warteg Nusantara (Kowantara) menyatakan, sekitar 50 persen atau 20.000 unit warteg di Jabodetabek akan gulung tikar tahun 2021 ini, hal itu disebabkan karena tidak mampu untuk membayar atau memperpanjang sewa tempat
Foto:

Seiring dengan penurunan omzet, Rojikin menuturkan, sebagian pemilik warteg tidak kuat untuk melanjutkan usahanya sehingga memilih menutup wartegnya. Menurut penjelasannya, Kowantara Korwil Kabupaten Tangerang mencatat, ada sekitar 100 hingga 150 pemilik warteg yang tergabung di dalamnya. Dari jumlah tersebut, sekitar 30 persen disebut telah menutup usaha wartegnya. “Kurang lebih antara 25 persen sampai 35 persenan warteg yang tutup,” kata dia.

Rojikin menyampaikan, rata-rata pemilik warteg yang memilih menutup usahanya lantaran tidak mampu menanggung beban sewa. “Tutup karena beban sewa, mayoritas kami tempatnya nyewa. Penghasilan berkurang, sedangkan biaya sewa tetap berjalan, jadi mereka yang kontraknya habis dan nggak ada uang untuk membayar, mau nggak mau otomatis menutup usahanya,” terangnya.

Rojikin menambahkan, dari sejumlah warteg yang tutup, beberapa memilih untuk pulang kampung, namun dia tidak tahu persis jumlah orang yang pulang kampung setelah menutup wartegnya. Sementara sebagian lainnya beralih profesi, di antaranya menjadi driver ojek online (ojol) untuk bisa bertahan hidup.

Ketua Ketua Komunitas Warteg Nusantara (Kowantara), Mukroni, memastikan banyak usaha warteg yang sudah dan atau akan tutup karena pandemi Covid-19. Ia memperkirakan angkanya hingga 20.000 usaha warteg yang akan tutup di Jabodetabek. "Itu jumlahnya sekitar 50 persen dari jumlah pengusaha warteg di Jabodetabek," kata dia.

Kebijakan PSBB yang diperpanjang pun diyakini akan makin menyulitkan pedagang kecil. “Kami cukup memahami dengan kebijakan PSBB yang terus berlangsung. Di satu sisi ini sangat baik bagi langkah pencegahan dan penanggulangan penyebaran Covid-19 tapi disisi lain kami prihatin melihat dampaknya secara riil bagi pedagang terutama soal potensi puluhan ribu Warteg gulung tikar,” ujar Puji Hartoyo selaku Ketua Paguyuban Pedagang Warteg se-Jakarta dan Sekitarnya (Pandawakarta), dalam keterangan pers kepada Republika.

Menurut pandangan Pandawakarta, pemerintah baik pusat maupun daerah perlu melakukan evaluasi kebijakan stimulus ekonomi yang sudah dijalankan selama ini. “Menurut saya pemerintah hendaknya perlu membuat evaluasi kebijakan reengineering stimulus secara klaster. Misalnya klaster stimulus kredit mikro bunga murah bagi pelaku usaha kecil dan mikro yang jenis SOP-nya berbeda dengan sebelum adanya Covid-19,” kata Puji. Kebijakan ini diharapkan bisa membuat dampak PSBB tidak memiliki efek negatif secara signifikan bagi pelaku usaha terutama kalangan kecil dan mikro.

Deputi Bidang Usaha Mikro Kementerian Koperasi dan UKM, Eddy Satriya, mengatakan usaha untuk menolong pelaku usaha makanan seperti warteg adalah dengan mengumpulkan data yang cepat dan tepat terkait warteg yang terdampak. Setelah itu pemberian bantuan bisa diberikan. Bantuan pemerintah kepada pelaku usaha antara lain melalui Banpres Produktif Usaha Mikro yang sudah berlangsung sejak 2020.

Selain itu warung makan pun didorong untuk bertransformasi ke ranah digital. Sehingga warteg bisa melayani pesanan secara daring. Pemetaan data warung makan dan digitalisasi diharapkan bisa menjadi solusi ampuh untuk mempertahankan bahkan meningkatkan produktivitas pelaku usaha di tengah dampak pandemi yang telah berjalan hampir satu tahun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement