Rabu 27 Jan 2021 16:25 WIB

Dilema Pemilik Warteg, Bertahan di Tengah Sepinya Pembeli

Walau banyak yang sudah tutup, sebagian memilih bertahan meski pendapatan seret.

Rep: Eva Rianti / Red: Andi Nur Aminah
Warteg, sekitar 50 persen atau 20 ribu unit warteg di Jabodetabek akan gulung tikar tahun 2021 ini, hal itu disebabkan karena tidak mampu untuk membayar atau memperpanjang sewa tempat (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Rivan Awal Lingga
Warteg, sekitar 50 persen atau 20 ribu unit warteg di Jabodetabek akan gulung tikar tahun 2021 ini, hal itu disebabkan karena tidak mampu untuk membayar atau memperpanjang sewa tempat (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Pandemi Covid-19 telah memukul ragam jenis kegiatan usaha. Tak hanya usaha-usaha besar, namun juga kegiatan usaha kecil semisal warung tegal (warteg). Sejumlah pemilik usaha warteg di kota Tangerang Selatan mengalami penurunan pendapatan. Terlebih saat ini pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) ataupun pembatasan sosial berskala besar (PSBB) membikin usaha mereka tak semenggeliat biasanya. 

Kendati demikian, kondisi melemahnya kegiatan ekonomi di dunia usaha warteg tak membuat seluruh pedagang warteg menutup usahanya. Sebagian memilih bertahan meski pendapatan seret. 

Baca Juga

Seperti yang dilakukan seorang pemilik warteg di Jalan Pajajaran, Kecamatan Pamulang, Karyo (65). Dia mengungkapkan, pendapatannya merosot jauh dari sejutaan menjadi hanya ratusan ribu akibat pukulan pandemi Covid-19. 

"Pendapatan kalau hari normal bisa Rp 1 juta lebih. Kondisi begini sampai jelang sore aja baru Rp 200 ribu," kata dia saat ditemui di tempat usahanya, Rabu (27/1). 

Meskipun mengalami penurunan pendapatan, Karyo mengaku tidak ada pilihan selain bertahan. Pasalnya, dia tidak memiliki alternatif pekerjaan lain selain berdagang di warteg. "Tetap bertahan sih. Mau gimana lagi. Pulang kampung juga bingung mau kerja apa. Jadi tetap berjalan aja di sini, walaupun ya begini," terangnya.

Senada, Roni (48 tahun), seorang pedagang warteg di Jalan Rawa Buntu Utara, Kecamatan Serpong, Tangsel mengaku tetap melanjutkan usahanya berdagang warteg untuk bisa bertahan hidup. "Kabarnya sebagian pedagang warteg gulung tikar, tapi saya memilih bertahan," ujar Roni. 

Dia menuturkan, selama pandemi Covid-19, kondisi dagangannya mengalami kelesuan. Sebelum pandemi biasanya pria asal Tegal tersebut memperoleh pendapatan mencapai Rp 4 juta per hari. Namun saat ini pendapatannya merosot sekitar Rp 1 juta an. 

"Iya pendapatan menurun. Sebelum pandemi bisa sampai Rp 4 juta. Sekarang paling Rp 3 juta. Cuman waktu puasa itu yang parah, paling cuma sekitar Rp 2 juta aja susah," ceritanya. 

Roni terbilang cukup beruntung lantaran lokasi wartegnya berada dekat dengan permukiman warga serta menjadi jalan pintas antara jalan besar, yakni Jalan Letnan Sutopo dan Jalan Raya Rawa Buntu. Sehingga notabene konsumennya tidak hanya masyarakat yang ada di sekitarnya, tetapi juga orang-orang yang melewati jalan tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement