Selasa 19 Jan 2021 14:55 WIB

ISESS: Perpres RAN PE Mencampur Ekstremisme & Radikalisme

ISESS mengatakan Perpres RAN PE masih mencampuraduk ekstremisme dan radikalisme.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Bayu Hermawan
Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi
Foto: Dok Pribadi
Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 Tahun 2021 dinilai masih mencampuradukkan ekstemisme dengan radikalisme. Itu terlihat dari sejumlah agenda dalam aturan tentang rencana aksi nasional pencegahan dan penanggulangan ekstremisme (RAN PE) berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme tersebut yang menggunakan diksi terkait radikalisme.

"Perpres tersebut membeberkan sejumlah rencana aksi. Namun jika dilihat, ada sejumlah agenda, terutama yang digelar oleh BNPT, menggunakan diksi yang terkait dengan radikalisme yaitu kontraradikalisasi dan deradikalisasi," ujar Peneliti Institute for Scurity and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, Selasa (19/1).

Baca Juga

Menurut Fahmi, meski sama-sama bisa menghadirkan berbagai bentuk kekerasan, ekstremisme dan radikalisme adalah dua hal yang sangat berbeda. Semestinya, kata dia, dua hal itu tidak dicampuradukkan satu sama lain. Dengan pencampuradukkan tersebut, maka berpotensi mengakibatkan tidak tercapainya itikad baik dan tujuan dari hadirnya Perpres itu.

Kondisi campur aduk tersebut ia nilai menjadi salah satu kelemahan Perpres tersebut. Hal tersebut ia katakan menunjukkan belum tercapainya kesepahaman di antara para pemangku penanggulangan terorisme. Padahal istilah ekstremesme yang baru yang diperkenalkan pada publik dalam ranah pemberantasan terorisme ini cukup patut diapresiasi.

"Bahkan ada yang masih ngotot merujuk pada diksi radikalisme yang oleh banyak ahli disebut tak punya cukup pijakan ilmiah," katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement