Kamis 14 Jan 2021 22:34 WIB

Angka Kemiskinan di Tangsel Meningkat 40 Persen

Peningkatan kemiskinan di Tangsel disebut akibat pandemi Covid-19.

Rep: Eva Rianti/ Red: Fuji Pratiwi
Pemulung memasak di samping rel (ilustrasi). Angka kemiskinan di Kota Tangerang Selatan, Banten meningkat 40 persen sepanjang 2020 akibat pandemi Covid-19.
Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Pemulung memasak di samping rel (ilustrasi). Angka kemiskinan di Kota Tangerang Selatan, Banten meningkat 40 persen sepanjang 2020 akibat pandemi Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG SELATAN -- Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Banten mencatat persentase peningkatan angka kemiskinan di Tangsel yang cukup tinggi.

Berdasarkan hasil survei sosial ekonomi nasional (Susenas) terbaru, jumlah kemiskinan di Tangsel pada 2020 sebanyak 40.990 jiwa. Sementara pada 2019 tercatat 29.190 jiwa yang masuk kategori warga miskin di wilayah tersebut.

Baca Juga

Artinya, ada peningkatan jumlah warga miskin di Tangsel pada 2020 sebesar 40 persen atau 11.800 jiwa. "Ya demikian datanya," kata Kepala BPS Tangsel Achmad Widijanto saat dikonfirmasi Republika, Kamis (14/1/2021).

Menurut data yang sama, persentase jumlah kemiskinan dibandingkan dengan total penduduk di Tangsel mengalami peningkatan sebesar 2,29 persen. Namun, angka kemiskinan di Tangsel sebanyak 40.990 jiwa tersebut diketahui merupakan yang terendah dibandingkan dengan wilayah-wilayah lain di Tangerang Raya, bahkan se-Provinsi Banten.

Data juga menunjukkan, tingkat kemiskinan di Tangsel berada di deretan lima besar terendah secara nasional, dari hasil persentase tingkat kemiskinan kabupaten/kota terendah pada 2020. Tangsel tercatat berada di posisi keempat terendah setelah Kabupaten Badung, Kota Denpasar, dan Kabupaten Sawahlunto.

Terpisah, Kepala Dinas Sosial Kota Tangerang Selatan Wahyunoto Lukman menuturkan, faktor peningkatan angka kemiskinan di wilayahnya merupakan dampak dari pandemi Covid-19. Menurut penuturannya, banyak warga Tangsel yang rentan terhadap pandemi, sehingga menjadi masuk dalam kategori keluarga miskin.  

"Ya, banyak keluarga rentan kemudian masuk di bawah garis kemiskinan karena dampak pandemi Covid-19," ujar Wahyu.

Dia menjelaskan, sepanjang masa pandemi Covid-19, banyak warga rentan yang tidak memiliki mata pencaharian tetap dan penghasilan tetap. Selain itu juga, warga dengan status rumah masih mengontrak mengalami dampak yang cukup berat.

Keluarga rentan juga sumber mata pencahariannya sebagian besar pada sektor informal seperti pedagang-pedagang kecil. Ketika kebijakan PSBB tentu mereka langsung merasakan dampak.

Pun mereka yang bekerja sebagai buruh atau karyawan, banyak yang dirumahkan. Sehingga mereka yang selama ini sudah rentan lantas turun di bawah garis kemiskinan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement