REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tersangka kasus kerumunan massa Habib Rizieq Shihab (HRS) dipindahkan dari Rumah Tahanan (Rutan) Narkoba Polda Metro Jaya ke Rutan Bareskrim Polri. Pemindahan HRS menyusul pengambilalihan tiga kasus yakni kasus kerumunan massa di Petamburan, Megamendung, dan Rumah Sakit (RS) Ummi.
"Hari ini penahanannya dipindahkan ke Bareskrim," ujar Dirtipidum Bareskrim Brigjen Andi Rian Djajadi saat dikonfirmasi, Kamis (14/1).
Menurut Andi, pemindahan tersangka HRS lebih karena alasan teknis. Mengingat saat ini semua kasus HRS ditangani oleh Bareskrim Polri, sehingga pemindahan ini dapat memudahkan penyidik melakukan pemberkasan kasus tersebut. Tokoh Front Pembela Islam (FPI) sendiri sudah berada di balik jeruji sejak tanggal 13 Desember 2020 lalu.
"Pertimbangannya tahanan di PMJ terlalu padat, sekaligus untuk memudahkan penyidik Bareskrim Polri dalam pemberkasan kasusnya," ungkap Andi Rian.
Meski tiga kasus HRS diambil alih, penyidikan dan penanganan ketiga kasus tersebut dilakukan secara terpisah. Alasan Bareskrim Polri mengambil alih ketiga kasus HRS tersebut, lantaran peristiwa pelanggaran yang dilakukan terjadi di lintas wilayah.
Adapun, alasan polisi melakukan penahanan terhadap Habib Rizieq berdasarkan dua hal yakni secara subjektif dan objektif. Secara objektif, Habib Rizieq ditahan karena ancaman pidana dalam pasal yang disangkakan lebih dari 5 tahun penjara. Sementara, secara subjektif mencegah HRS kabur ke luar negeri meskipun sudah dilakukan pencekalan.
Dalam kasus kerumunan massa di Petemburan HRS diduga melanggar Undang-undang Kekarantinaan Kesehatan, juga dijerat dengan Pasal 160 KUHP terkait penghasutan dengan ancaman hukuman enam tahun penjara dan 216 KUHP. Kemudian di kasus kerumunan massa di Megamendung HRS dikenakan Pasal 14 ayat (1) dan (2) UU No 4/1984 tentang Wabah Penyakit juncto Pasal 93 UU No 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan Pasal 216 KUHP.
Sedangkan untuk kasus RS Ummi, HRS terancam Pasal 14 Ayat 1 dan 2 UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit. Hasil dalam lidik, sidik, konstruksi pasal ditambahkan Pasal 216 KUHP, Pasal 14 dan 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.