Senin 11 Jan 2021 16:38 WIB

Rekor Baru Positivity Rate Covid Meski Kapasitas Tes Turun

Pada hari ini positivity rate Covid-19 Indonesia mencapai 31,1 persen.

Petugas medis mendata warga yang melakukan tes usap PCR di RSUI, Depok, Jawa Barat, Senin (11/1). Angka positivity rate Covid-19 di Indonesia saat ini mencapai angka 30 persen meski kapasitas tes turun. (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Asprilla Dwi Adha
Petugas medis mendata warga yang melakukan tes usap PCR di RSUI, Depok, Jawa Barat, Senin (11/1). Angka positivity rate Covid-19 di Indonesia saat ini mencapai angka 30 persen meski kapasitas tes turun. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Sapto Andika Candra, Rr Laeny Sulistyawati

Penularan Covid-19 di Indonesia semakin memburuk. Hal itu tergambar dari jumlah kasus baru harian dan tingginya tingkat positif atau positivity rate, meski jumlah orang yang dites menurun.

Baca Juga

Kapasitas pemeriksaan spesimen Covid-19 mengalami penurunan tajam pada akhir pekan kemarin. Satgas Penanganan Covid-19 melaporkan, jumlah spesimen yang diperiksa selama 24 jam terakhir 'hanya' 38.061 spesimen dan jumlah orang yang diperiksa 27.948 orang. Angka ini jauh dibanding capaian pada hari kerja, misalnya pada Kamis (7/1) lalu dengan 68.019 spesimen dan 44.791 orang dites.

Kondisi ini sebenarnya selalu berulang, dengan jumlah spesimen yang diperiksa dan jumlah orang yang diperiksa selalu menurun saat akhir pekan atau tanggal merah. Masalah klasik yang berlangsung sejak awal pandemi ini belum ada solusinya sampai kini.

Jebloknya kapasitas pemeriksaan juga terjadi sepanjang libur akhir tahun 2020. Pada tanggal 1-3 Januari 2021 misalnya, jumlah orang yang diperiksa 'hanya' 24 ribu sampai 27 ribu orang per hari. Jumlah tersebut jauh di bawah kapasitas testing pada hari biasa yang selalu tembus 40 ribu orang per hari. Bahkan pada Sabtu (2/1) lalu, jumlah spesimen yang diperiksa hanya 33.530 spesimen dengan 24.379 orang diperiksa.

Menariknya, anjloknya kapasitas tes hari ini masih diwarnai dengan tingginya temuan kasus positif Covid-19. Dilaporkan ada 8.692 kasus positif baru dalam 24 jam terakhir. Artinya, tingkat positif atau positivity rate Covid-19 harian Indonesia pada Senin (11/1) ini menyentuh 31,1 persen.

Angka ini menjadi positivity rate harian tertinggi selama Indonesia dilanda pandemi Covid-19. Kondisi ini juga memberi gambaran bahwa setidaknya setiap 1 dari 3 orang yang dites dalam 24 jam terakhir positif Covid-19.

Positivity rate Covid-19 harian Indonesia memang menunjukkan perburukan. Dalam tiga pekan terakhir, sejak akhir Desember 2020, rata-rata positivity rate harian di atas 20 persen. Dalam tiga pekan ini, tercatat hanya lima kali angka positivity rate dilaporkan di bawah 20 persen. Itu pun, angkanya masih di atas 17 persen.

Temuan-temuan di atas menunjukkan bahwa penularan Covid-19 terus memburuk. Hal ini sejalan dengan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto usai rapat terbatas bersama Presiden Jokowi pagi tadi bahwa puncak kasus harian Covid-19 akan terjadi pekan ini atau pekan depan, sebagai imbas dari libur akhir tahun.

Dari penambahan kasus haru ini, DKI Jakarta masih menyumbang angka tertinggi yakni 2.461 orang. Jawa Barat berada di posisi kedua dengan 1.475 kasus baru. Menyusul kemudian Jawa Tengah dengan 1049 kasus, Jawa Timur dengan 792 kasus, dan Sulawesi Selatan dengan 616 kasus.

Selain itu, Satgas juga melaporkan penambahan kasus sembuh yang cukup tinggi hari ini. Tercatat ada 7.715 pasien Covid-19 yang dinyatakan sembuh dalam 24 jam terakhir. Sehingga angka kumulatif kasus sembuh sebanyak 7.715 orang.

Angka kematian juga bertambah cukup tinggi. Dilaporkan ada 214 orang meninggal dunia dengan status positif Covid-19 dalam satu hari terakhir. Sehingga jumlah kasus kematian akibat Covid-19 di Indonesia menyentuh 24.343 orang.

 

Masalah testing

Hingga kini, pemerintah tidak bisa meningkatkan kapasitas tes atau setidaknya mempertahankan rata-rata jumlah pemeriksaan harian sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh WHO. Kapasitas testing pernah mencapai hampir 70 ribu spesimen pada 7 Januari 2021 lalu, namun kembali turun menjadi 46 ribuan spesimen per 10 Januari 2021.

"Mengenai standar WHO, kita memang belum memenuhi standarnya," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Ditjen P2P Kemenkes Siti Nadia Tarmizi saat dihubungi Republika, Senin (11/1).

Sebenarnya, dia melanjutkan, Kemenkes ingin pemeriksaan bisa mencapai target. Namun, ketika berbicara testing Covid-19, ia menyebutkan laboratorium harus bisa melakukan pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR).

Padahal, dia melanjutkan, untuk melakukan pemeriksaan PCR tidak mudah karena harus menggunakan Bio Safety Cabinet Level II. Artinya, pemeriksaan itu harus memenuhi standar BSL II.

"Jadi, untuk mengadakan pemeriksaan itu mudah, tetapi untuk mengubah laboratorium menjadi BSL II itu membutuhkan waktu untuk renovasi," katanya.

Setelah renovasi selesai, dia menambahkan laboratorium BSL II ini masih harus diuji terlebih dahulu. Selain itu, dia melanjutkan, sumber daya manusia (SDM) juga menjadi kendala karena untuk melatih orang untuk melakukan pemeriksaan PCR tidaklah mudah.

Untuk mengatasi masalah ini, Nadia mengaku pemerintah telah menggunakan mesin viral load PCR HIV/AIDS, kemudian mesin tes cepat molekuler milik tuberkulosis resisten obat untuk melakukan pemeriksaan. Namun, ia menyebutkan persoalan lainnya adalahketersediaan bahan reagen di Indonesia masih kurang, mengandalkan impor, namun tidak mendapatkannya seperti yang diharapkan.

"Indonesia hanya mendapatkan 6 ribu per pekan tetapi juga kadang-kadang bisa dalam satu sampai dua pekan baru mendapatkannya," ujarnya.

Menurut Siti, kini WHO sudah merekomendasikan bahwa rapid antigen bisa digunakan. Dengan demikian, pihaknya mengirimkan antigen sampai tingkat pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) dan kemudian bisa dimanfaatkan untuk membantu tes pemeriksaan spesimen.

"Ke depannya minimal 90 persen puskesmas mampu melakukan pemeriksaan atau diagnosis langsung Covid-19," katanya. 

Pekan lalu, Ketua Umum IDI Daeng M Faqih mengingatkan pentingnya testing dan tracing guna memetakan penularan Covid-19 secara lebih baik. Kedua proses itu diperlukan agar penderita Covid-19 bisa lebih cepat ditangani sebelum penularannya meluas.

Kemudian Faqih juga menyayangkan masih rendahnya kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan (prokes) mencakup rajin cuci tangan, hindari kerumunan dan memakai masker.

"Perlu perkuat lagi testing dan tracing dan perkuat disiplin protokol kesehatan," kata Faqih pada Republika, Rabu (6/1).

photo
Indonesia sumbang 0,89 persen kasus Covid-19 di dunia - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement