Senin 11 Jan 2021 07:06 WIB

Hanya 7 Persen Pemilih Tahu Kanal Pengaduan Politik Uang

Cukup rendah kemauan masyarakat untuk melaporkan kalau terjadi dugaan politik uang

Rep: fauziah mursid/ Red: Hiru Muhammad
Petugas Satpol PP memasang spanduk pada truk yang digunakan untuk patroli pengawasan anti politik uang di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Sabtu (5/12/2020). Patroli gabungan tersebut untuk mengantisipasi terjadinya praktik politik uang jelang pilkada Kabupaten Gowa pada 9 Desember 2020.
Foto: Antara/Arnas Padda
Petugas Satpol PP memasang spanduk pada truk yang digunakan untuk patroli pengawasan anti politik uang di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Sabtu (5/12/2020). Patroli gabungan tersebut untuk mengantisipasi terjadinya praktik politik uang jelang pilkada Kabupaten Gowa pada 9 Desember 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Lembaga Survei Indonesia (LSI) menemukan hanya 5 hingga 7 persen responden yang disurvei mengetahui kanal pengaduan terhadap dugaan politik uang. Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan mengatakan dari 2000 responden justru lebih banyak yang tidak mengetahui kanal pengaduan jika ada dugaan politik uang.

"Jadi ini tantangan bagi stakeholder terkait dengan ini bahwa masyarakat kebanyakan tidak tahu bahwa ada kenal pengaduan," ujar Djayadi saat pemaparan hasil survei LSI bertajuk Pilkada dan Politik Uang di wabah Covid-19, Ahad (10/1).

Djayadi menjelaskan, dari 5 hingga 7 persen masyarakat yang mengetahui kanal pengaduan, hanya sedikit yang menyebutkan kanal pengaduannya mulai Lapor, Saber Pungli, Bawaslu maupun Jaga KPK. Sebab, lebih banyak responden yang menjawab tidak tahu atau tidak menjawab

Selain itu, temuan survei LSI lainnya, dari 5-7 persen yang mengetahui kanal pengaduan juga lebih banyak berasal dari daerah yang tidak menyelengarakan Pilkada."Daerah-daerah yang menjalankan Pilkada justru hanya sekitar 20 persen, yang tahu ada aplikasi yang bernama lapor itu 20 persen, dari yang mengetahui yang tadi yang 5 sampai 7 persen tadi," ungkapnya.

Sementara, untuk pengetahuan responden mengenai Saber Pungli lebih banyak dari daerah yang menjalankan Pilkada. Begitu juga dengan hotline Bawaslu di daerah yang menjalankan Pilkada itu lebih banyak yang tahu dibandingkan dengan yang tidak menjalankan Pilkada.

"Kalau jaga KPK itu sama tapi sekali lagi ini angka-angka ini persentase dari yang tahu bahwa ada pengaduan kenal pengaduan online yang jumlahnya 5- 7 Persen," ungkapnya.

Sementara, temuan survei mengenai seberapa besar kemungkinan responden melaporkan jika menemukan dugaan adanya politik uang, kurang dari 40 persen. Kalau di kalangan yang menyelengarakan Pilkada baru sekitar 35 persen dan yang tidak menjalankan Pilkada itu di Kisaran 28 persen."Ini juga menjadi tantangan, karena masih cukup rendah kemauan masyarakat untuk melaporkan kalau terjadi dugaan politik uang," ungkapnya.

Dalam rilis survei LSI, ada sekitar 17 persen masyarakat yang mengaku ditawari uang atau barang untuk mempengaruhi pilihannya di Pilkada 9 Desember lalu."Ada 17 persen dan itu cenderung lebih besar di kalangan laki-laki, kemudian cenderung lebih besar di kalangan yang berusia dewasa ke ke atas itu atau usia produktif," ujar Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia Djayadi Hanan dalam paparannya yang disiarkan secara daring, Ahad (10/1).

Djayadi menjelaskan, responden yang mengaku ditawari politik uang ini lebih banyak di kalangan etnis Melayu. Sedangkan dari segi pendidikan, responden yang paling banyak ditawari uang atau atau barang cenderung lebih banyak di kalangan yang berpendidikan menengah ke bawah.

Hal ini kata Djayadi, sesuai fenomena tingkat toleransi masyarakat terhadap politik uang yang lebih banyak di kalangan yang berpendidikan menengah ke bawah. Kemudian juga politik uang menyasar di kalangan yang secara pendapatan di kalangan kelas menengah ke bawah dan kalangan pedesaan. "Fenomena politik uang lebih banyak menyasar kalangan bawah, baik dari segi pendidikan dari segi kelas sosial, pendapatan, dan dari segi tempat tinggal desa dan kota," ungkap Djayadi.

Sementara, responden yang mengaku pernah melihat tetangganya ditawari politik uang jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan yang menyatakan dirinya pernah ditawari uang atau barang dalam pilkada 2020.

"Ada 20 persen masyarakat yang mengaku melihat atau mengetahui tetangganya ditawari uang atau barang dari calon tertentu dan yang paling banyak ditawarkan itu bentuknya uang dan sembako," ungkap Djayadi.

Survei LSI dilakukan periode 11-14 Desember 2020 dengan metodologi menggunakan telepon ke 2000 responden yang dipilih acak dari database nomor telepon LSI. Adapun database itu diperoleh dari survei face to face bertemu langsung responden dlam berbagai survei beberapa waktu terakhir.

 

Survei menggunakan asumsi metode simple random sampling ukuran sampai 2000 responden memiliki toleransi kesalahan sekitar 2,2 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement