REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor terus mengebut pembangunan hunian tetap (huntap) di dua desa di Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Jabar), yang mengalami bencana longsor dan banjir pada awal 2020. Lokasi banjir hebat dan tanah longsor terjadi di Desa Sukaraksa, Kecamatan Cigudeg dan di Desa Urug, Kecamatan Sukajaya.
Wakil Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Bogor, Aan Triana Al Muharrom, mengatakan, pembangunan huntap tersebut seharusnya bisa selesai lebih cepat. Pasalnya, saat ini ribuan warga korban bencana alam itu tinggal di hunian sementara (huntara) yang kondisinya memprihatinkan. Warga jelas semakin lama terasa tidak nyaman tinggal di huntara.
“Apalagi, saat ini warga tinggal di tengah kondisi pandemi Covid-19. Dan membuat warga semakin terlunta-lunta,” ujar politikus Partai Golkar tersebut kepada Republika, Jumat (8/1).
Dia merasa prihatin dengan nasib warga lantaran huntap yang sedang dibangun masih jauh dari total kebutuhan. Karena itu, Aan mendorong supaya Pemkab Bogor bekerja ekstra keras meyakinkan pemerintah pusat untuk menuntaskan janji pembangunan huntap. “Kami minta Pemkab Bogor untuk segera ambil langkah cepat dan tepat,” tutur Aan.
Ditambah lagi, menurut Aan, saat ini kondisi jembatan di Desa Cileuksa, Kecamatan Sukajaya yang menghubungkan tiga kampung, yaitu Kampung Ciparengpeng, Cijairin, dan Ciear belum rampung. Hal itu semakin menyulitkan akses warga dalam bepergian maupun mencari mata pencaharian. Dengan setahun sudah berlalu, Aan berharap, Pemkab Bogor segera bisa mewujudkan huntap bagi warga korban banjir dan longsor.
Bupati Bogor, Ade Munawaroh Yasin, mengatakan, huntap tersebut diperuntukkan bagi masyarakat yang rumahnya hilang atau hancur akibat bencana setahun lalu. Proyek tersebut dikerjakan secara multiyears pada 2020 dan tahun ini. "Semoga saja pembangunannya bisa selesai seluruhnya di 2021 dan masyarakat korban bencana bisa segera menempati Huntap ini," ujar Ade.
Ade mengaku, sudah mengirimkan surat kepada pemerintah pusat agar pembangunan huntap di dua desa tersebut ditambah. “Sebab ada 2.000 kepala keluarga (KK) yang terdampak bencana,” ucap Ade.