Kamis 07 Jan 2021 17:07 WIB

Empat Catatan dari Penyerapan Dana PEN yang Belum Maksimal

Sektor kesehatan dan insentif usaha paling tak optimal penyerapannya.

Orang-orang yang memakai masker pelindung wajah berjalan di trotoar kawasan bisnis di Jakarta. Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk memperbaiki ekonomi saat pandemi, anggaran dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2020 terserap 83.4 persen dari pagu Rp 695 triliun.
Foto:

Pemulihan ekonomi

Yusuf Rendy Manilet menyatakan penanganan di bidang kesehatan merupakan kunci pendorong terjadinya proses pemulihan ekonomi 2021 dari dampak pandemi Covid-19. "Kalau belajar dari tahun lalu dan sumber proses pemulihan ekonomi yang lambat disebabkan penanganan kesehatan belum optimal maka anggaran PEN tahun ini perlu difokuskan ke penanganan kesehatan yang lebih baik," katanya.

Yusuf menuturkan untuk tahun ini pemerintah perlu lebih fokus pada penanganan bidang kesehatan melalui anggaran program PEM. Ia menegaskan hal tersebut harus dilakukan mengingat pemulihan ekonomi tahun lalu berjalan lebih lambat akibat penanganan kesehatan yang belum optimal.

Ia menjelaskan belum optimalnya penanganan kesehatan pada tahun lalu terlihat dari realisasi anggaran di bidang ini yang tergolong rendah. Tak hanya itu, Yusuf mengatakan pemerintah juga harus fokus pada bidang perlindungan sosial seiring dengan diperketatnya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Jawa-Bali pada awal tahun ini.

"Perlindungan sosial juga penting untuk diperhatikan apalagi mengingat di awal tahun ini pemerintah sudah memutuskan untuk melakukan PSBB," ujarnya. Meski demikian, ia mengingatkan bahwa pemerintah masih memiliki tugas agar efektivitas anggaran perlindungan sosial dapat optimal yaitu memastikan keterbaruan data.

"Salah satu hal yang penting dalam proses penyaluran perlinsos yaitu bagaimana memastikan keterbaruan data penerima," katanya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, pengetatan pembatasan sosial yang kembali diberlakukan di beberapa daerah di Jawa dan Bali mulai pekan depan akan berdampak terhadap ekonomi. Hanya saja, ia belum bisa menyebutkan dampaknya secara detail karena membutuhkan beberapa perhitungan.

Proyeksi tersebut berkaca dari efek kontraksi pertumbuhan ekonomi saat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dilakukan pertama kali secara sangat ketat. "Dan, saat DKI Jakarta kembali mengetat pada September, ketika kasus (Covid-19) naik, kita juga melihat konsumsi terjadi perlambatan kembali," tutur Sri dalam Konferensi Pers Realisasi Pelaksanaan APBN 2020 secara virtual, Rabu (6/1).

Sri mengatakan, pemerintah sangat memahami dampak tersebut. Kuncinya adalah pengendalian virus Covid-19 itu sendiri. Oleh karena itu, istilah gas dan rem sangat penting untuk diterapkan di masyarakat.

Sri mengakui, dampaknya akan sangat berat terhadap perekonomian karena aktivitas ekonomi pasti melambat yang diiringi dengan pelambatan konsumsi rumah tangga. Di sisi lain, jika kebijakan pengetatan pembatasan tidak diberlakukan, penyebaran virus akan semakin buruk yang juga berdampak negatif terhadap ekonomi.

"Pilihannya tidak terlalu banyak dalam hal ini. Pilihan paling baik secepat mungkin semua disiplin," ujarnya.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto namun optimistis ekonomi Indonesia tetap tumbuh meski PSBB kembali berlaku. "Kita cukup optimis dan proyeksi sampai akhir tahun di kisaran 5 persen,"kata Airlangga Hartarto.

Menurut dia, beberapa indikator yang mendorong pemerintah optimistis pergerakan ekonomi Tanah Air tetap bertumbuh meski ada PSBB di antaranya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat di level 6.128. Pada perdagangan sesi pagi Rabu (6/1), lanjut dia, IHSG sempat melorot, namun kembali naik setelah pemerintah menjelaskan kebijakan PSBB baru tersebut.

"Rupiah dari (Rabu) kemarin menguat sehingga tentu ini juga proksi yang menunjukkan confident pasar dan sektor keuangan,"imbuhnya.

Selain itu, kata dia, indeks Purchasing Manufactur Index (PMI) Manufaktur Indonesia juga naik mencapai 51,3. Beberapa harga komoditi mencapai harga tinggi di antaranya minyak kelapa sawit (CPO), batubara dan nikel.

"Yang belum naik hanya BBM karena Indonesia pun impor BBM sehingga ini akan menguntungkan Indonesia dan dengan keyakinan-keyakinan itu kita cukup optimis," imbuhnya.

Pemerintah memutuskan kembali memperketat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di wilayah Jawa dan Bali. Pengetatan kegiatan ini mulai berlaku pada 11 Januari hingga 25 Januari 2021.

Pemberlakuan pembatasan tidak dilakukan di semua wilayah kota/kabupaten di Jawa dan Bali, namun hanya dilaksanakan terbatas. Lebih tepatnya, kota/ kabupaten yang memenuhi tiga parameter, kasus aktif, tingkat kematian, tingkat kesembuhan ataupun tingkat keterisian Rumah Sakit (RS).

Airlangga menegaskan, pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat ini bukanlah pelarangan kegiatan, melainkan pengaturan kembali pemberlakuan pembatasan terhadap beberapa kegiatan masyarakat. "Pembatasan kegiatan masyarakat ini adalah bukan pelarangan kegiatan, tetapi merupakan pembatasan agar kegiatan masyarakat tersebut tidak menjadi sumber penyebaran Covid-19," ujarnya.

photo
Dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang ditempatkan pemerintah di perbankan nasional. - (Tim Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement