Ahad 03 Jan 2021 19:24 WIB

Belajar Sabar dari 2020

Pandemi mengajarkan kita untuk pandai menahan diri.

Petugas yang mengenakan APD memakamkan jenazah dengan protokol COVID-19 di TPU Tegal Alur, Jakarta, Selasa (29/12/2020). Pemprov DKI Jakarta menyiapkan lahan pemakaman di Rorotan sebagai antisipasi penuhnya TPU khusus COVID-19 di Pondok Ranggon dan Tegal Alur karena masih tingginya jumlah kematian akibat COVID-19.
Foto:

Oleh : Indira Rezkisari*

Jam kerja nakes memang sekarang sangat tinggi. Mereka karena faktor kesehatan juga beberapa banyak yang sulit makan di tempat kerjanya. Mereka menahan diri kelaparan, kehausan, baru bisa makan di rumah setelah bekerja belasan jam lamanya. Bekerja basah oleh keringat karena tertutup APD rapat dan berlapis-lapis.

Membaca ini mungkin ada yang akan berkomentar, tapi kan nakes sudah mulai menerima SMS vaksin Covid-19. Ya, itu betul. Masalahnya vaksin Covid-19 bukan sulap bukan sihir. Mau merek apapun, vaksin bukan penyebab virus corona tidak bisa menular.

Vaksin adalah sarana yang akan membantu tubuh terlindungi lebih baik. Membantu memberikan kekebalan tubuh, sehingga harapannya jika terkena Covid-19 kondisi tidak akan terlalu fatal.

Namun apa yang terjadi ketika vaksin diinjeksikan dalam situasi kurva pandemi yang belum melandai? Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, dalam keterangannya persnya mengatakan keberhasilan vaksinasi memang akan lebih mudah terjadi ketika kurva pandemi sudah melandai. Ia lalu khawatir program vaksinasi menjadi tidak efektif atau membutuhkan waktu yang lebih lama lagi untuk menciptakan herd immunity atau kekebalan berkelompok di Indonesia.

Dicky melihat kondisi pandemi Covid-19 bisa saja terus memburuk karena penebaran virus dalam kondisi  tak terkendali. Kondisi ini berpotensi terus berlangsung selama menunggu vaksin yang akan disuntikan secara bertahap. "Akibat terburuk pandemi tidak terkendali yang dikuatirkan selain banyaknya kematian adalah timbulnya strain baru yang merugikan," ujar Dicky.

Saya sih berharap kebijakan yang lebih ketat dan tegas diambil pemerintah untuk melindungi warganya. Hadapi saja kenyataan kalau rakyat Indonesia tidak bisa semata dijejali dengan slogan 3 M terus menerus. Buktinya 10 bulan berjalan, masih banyak orang yang tidak mempraktikkan 3 M.

Harapan sudah muncul dari masa libur akhir tahun yang mengharuskan masyarakat tes cepat antigen dan bahkan PCR. Termasuk melarang masuk WNA karena kekuatiran penyebaran virus corona dalam varian baru yang merebak awal di Inggris.

Kebijakan menutup tempat-tempat wisata dan melarang area perbelanjaan dan makan buka melebihi pukul 19.00 juga bijak menurut saya. Karena artinya potensi penyebaran ditekan di tempat publik. Toh kebijakan ini hanya berlaku terbatas, yaitu selama libur tahun baru saja dan Natal kemarin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement