Kamis 31 Dec 2020 10:29 WIB

Pembelahan dan Impian Persatuan: Politik Sepanjang 2020

Refleksi akhir tahun 2020

Kemeriahan rakyat menjelang tahun baru 2021
Foto:

Dari Politik Gaduh ke Politik Teduh

Kegaduhan terjadi bukan tanpa alasan, faktor politik menjadi salah satu dasar penyebab konflik. Meskipun banyak konflik kontemporer terjadi akibat perbedaan etnis maupun agama, namun kenyataannya secara umum faktor ekonomi dan politik yang utama (Brown & Stewart, 2014).

Politik memainkan peranan penting, jika dioperasikan dengan baik akan menghasilkan produk-produk kebijakan yang menyejahterakan rakyat, namun jika menjadi kendaraan politisasi akan berujung pada segregasi atau penciptaan sekat-sekat politik.

Kegaduhan politik saat ini semakin mengemuka seiring dengan penetrasi digital. Fenomena clickvitism di satu sisi menjadi lokomotif gerakan-gerakan advokasional seperti penyampaian aspirasi, crowdfunding, namun di sisi lain mobilisasi massa di dunia virtual mengarahkan pada konflik-konflik horisontal yang tak terhindarkan.

Seperti halnya, persoalan bergabungnya Prabowo dan Sandiaga Uno bisa jadi di tataran elite sudah terjadi kesepakatan politik, namun di level grassroot tidak sesederhana itu. Dinamika politik semakin menguat di tengah ketidakpastian. 

Penyembuh dari kegaduhan di tengan pandemi bukan hanya soal hadirnya vaksin, tetapi hadirnya negara. Vaksin itu hanya instrumen untuk menguatkan kekebalan masyarakat dari penyakit, namun hadirnya negara sebagai instrumen untuk mencegah “kematian demokrasi”.

Mengingat, kegaduhan hanya efek samping dari absennya negara dalam isu-isu sentral publik. Upaya melakukan pemulihan sebaiknya menjadi agenda utama. Negara memerankan diri sebagai pengayom yang meneduhkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Keteduhan atau lingkungan yang kondusif sebagai dasar melakukan pemulihan. Apa artinya mendefinisikan target-target capaian di level makro, jika urusan mikro masih sulit diterapkan seperti memastikan setiap penerima bansos tidak lagi diamputasi haknya oleh ketamakan-ketamakan struktural.

Negara tidak perlu resisten dengan sikap-sikap kritis, melemahnya check and balance dalam konstelasi elite tak berarti semua pandangan politik perlu diseragamkan bukan? Oleh karena itu, negara harus menjadi kompas moral dan semua pihak dapat bahu membahu untuk bersatu padu menciptakan keteduhan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement