REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Berbekal Surat Keputusan Bersama (SKB) enam pejabat tertinggi di kementerian dan lembaga, pemerintah resmi melarang seluruh aktivitas Front Pembela Islam (FPI). Organisasi itu dinilai tak lagi memiliki pijakan hukum untuk beraktivitas.
Menanggapi keputusan pemerintah, Ketua FPI Kota Tasikmalaya, ustaz Yanyan Albayani, menilai keputusan itu berbau politis. Sebab, menurut dia, FPI secara organisasi tak pernah melakukan kegiatan yang bertentangan secara hukum.
"Karena setelah kita cermati, kalau masalahnya anarkisme, kita selalu komunikasi dan koordinasi dengan seluruh aparat di wilayah itu (ketika melakukan kegiatan)," kata dia, Rabu (30/12).
Untuk urusan ideologi, menurut dia, FPI 100 persen menerima Pancasila sebagai dasar negara, sama seperti mengakui UUD 1945. Ia mencontohkan, ketika Pancasila diganggu dengan RUU HIP, FPI terus melakukan protes. Ia menilai, FPI menolak RUU HIP karena menerima Pancasila sebagai dasar negara.
"Jadi ini masalah politis," kata dia.
Kendati dibubarkan dan kegiatannya dilarang, ia mengatakan, kegiatan akan tetap berjalan meski tanpa nama FPI. Sebab, FPI hanya sebuah kendaraan bukan tujuan.
Menurut dia, jika FPI dibubarkan hari ini, esok akan muncul FPI dalam bentuk lain. "Tujuan kita adalah melaksanakan perintah agama. Kita bantu masyarakat tanpa melihat agama, ras, dan lainnya," kata dia.
Yanyan belum mau bersikap mengenai keputusan pemerintah tersebut. Ia masih akan menunggu komando dari FPI pusat. Sebab, ia mengatakan, pergerakan FPI selalu satu komando.
Ia mengimbau, kawan-kawan FPI di berbagai daerah, khususnya di Kota Tasikmalaya, untuk tetap tenang. "Kegiatan dakwah, kemanusiaan, tetap laksanakan. Karena masyarakat menunggu dan membutuhkan," kata dia.