Ahad 27 Dec 2020 15:07 WIB

Umat Islam di Indonesia Rawan Diterkam Perpecahan

Polarisasi umat Islam dimulai sejak Pilkada DKI 2017 antara pemerintah dan oposisi.

Massa yang tergabung dalam Alumni 212 memadati lapangan Monumen Nasional, Jakarta, Senin (2/12).
Foto:

Imam Syafi'i berkata, "Pendapat saya benar, tapi masih mungkin salah. Pendapat orang lain salah, tapi masih mungkin benar."

Terkait politik, intelektual Muslim Mesir, Muhammad Said Al-Asymawi dalam bukunya, "Al-Islam Al-Siyasi" (1987) menyatakan, mencampuradukkan agama dan politik hanya akan melahirkan kegagalan dan kemun duran Islam itu sendiri.

photo
Massa yang tergabung dalam Alumni 212 mengibarkan bendera merah putih saat aksi reuni 212 di lapangan Monumen Nasional, Jakarta, Senin (2/12). - (Thoudy Badai_Republika)

Lalu, ia mengatakan, Allah bermaksud menjadikan Islam sebagai agama, tetapi orang memahaminya bermakna politik. Menurut intelektual Muslim, Qamaruddin Khan (w.2019), teori politik tak diambil dari Alquran dan hadis, tapi keadaan dan kepentingan sesaat.

Pernyataan yang menyebutkan, Islam perpaduan agama dan politik yang harmonis adalah slogan modern yang tidak ditemukan pada masa lalu Islam (masa Rasulullah dan khulafaur rasyidin). Dalam praktiknya, politik berpotensi menimbulkan perpecahan umat, padahal itu merupakan azab. Azab perpecahan bisa berupa saling membenci, yang menang menindas yang kalah dan yang kalah terus berusaha menjatuhkan yang menang, dan sikap diskriminatif.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement