Rabu 23 Dec 2020 12:15 WIB

KPK Periksa Sekretaris Pribadi Edhy Prabowo

KPK mengonfirmasi perihal penggunaan uang yang salah satunya dihabiskan belanja mobil

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Agus Yulianto
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa tersangka suap penetapan perizinan ekspor lobster tahun 2020, Amiril Mukminin (AM). Sekretaris pribadi mantan menteri kelautan dan perikanan (KKP) Edhy Prabowo (EP) itu diperiksa terkait aliran dana suap perkara tersebut.

"Diperiksa terkait dengan pengetahuan saksi soal adanya arahan tersangka EP mengenai penggunaan uang yang diduga bersumber dari penerimaan atas izin ekspor benih lobster," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Rabu (23/11).

Pemeriksaan tersangka Amiril Mukminin dilakukan pada Selasa (22/12) lalu. Dia diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi dan dimintai keterangan guna melengkapi berkas perkara tersangka Edhy Prabowo.

Ali mengatakan, KPK mengonfirmasi perihal penggunaan uang yang salah satunya dihabiskan untuk belanja mobil. Begitu juga dengan membayar sewa apartemen untuk pihak-pihak lain yang saat ini masih akan terus didalami oleh tim penyidik.

Meski demikian, Ali enggan memberikan keterangan lebih lanjut terkait pemeriksaan tersebut. Dia mengatakan, hal itu merupakan materi penyidikan yang tidak bisa dipublikasikan untuk saat ini.

"Keterangan saksi selengkapnya telah tertuang dalam BAP yang nanti akan dibuka dan diuji dipersidangan," katanya.

Seperti diketahui, KPK menetapkan tujuh tersangka terkait penetapan perizinan ekspor benih lobster pada Rabu (25/11) malam. Lembaga antirasuah itu juga mengamankan Direktur PT Duta Putra Perkasa (DPP) Suharjito (SJT) sebagai penyuap.

KPK juga menangkap Menteri KKP Edhy Prabowo (EP), Staf khusus Menteri KKP Safri (SAF), Pengurus PT ACK Siswadi (SWD), Staf Istri Menteri KKP Ainul Faqih (AF), Andreu Pribadi Misata (APM) dan Amiril Mukminin (AM) sebagai penerima. Mereka diduga telah menerima suap sebesar Rp 9,8 miliar.

Para tersangka penerima disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sementara tersangka pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement