REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku masih mendalami perkara suap terhadap Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo. Hingga saat ini, lembaga antirasuah itu telah melakukan penyitaan uang dan barang dalam perkara penetapan perizinan ekspor benih lobster.
"Uang disita memang tidak jauh kurang lebih ada sekitar Rp 16 miliar sampai dengan saat ini dan sudah dimasukkan di rekening penampungan," kata Plh Deputi Penindakan KPK Setyo Budiyanto di Jakarta, Senin (21/12).
Dia mengungkapkan, nominal belasan miliar itu didapati dari tujuh lokasi penggeledahan yang telah dilakukan tim penyidik KPK. Lanjutnya, dalam penggeledahan itu KPK juga menyita lima unit kendaraan roda empat ditambah sembilan unit sepeda.
"Delapan di rumah dinas dan satu yang dibawa dari Amerika Serikat dan beberapa barang mewah yang terdiri dari jam tangan hingga tas," katanya.
Setyo melanjutkan, nominal belasan miliar rupiah itu juga berasal dari pihak-pihak yang muncul dalam pemeriksaan terkait kasus tersebut dan kemudian disita sesuai aturan yang berlaku. Dia mengatakan, terkait pemeriksaan, KPK kemudian BAP terhadap aksi dan tersangka.
Dia melanjutkan, jumlah uang yang akan disita tidak menutup kemungkinan juga akan terus bertambah. Dia mengatakan, lembaga yang berdiri sejak 2003 itu total telah melakukan 48 pemeriksaan terhadap saksi dan tersangka terkait perkara ini.
Seperti diketahui, KPK menetapkan tujuh tersangka terkait penetapan perizinan ekspor benih lobster pada Rabu (25/11) malam. KPK mengamankan Direktur PT Duta Putra Perkasa (DPP) Suharjito (SJT) sebagai penyuap.
KPK juga menangkap Menteri KKP Edhy Prabowo (EP), Staf khusus Menteri KKP Safri (SAF), Pengurus PT ACK Siswadi (SWD), Staf Istri Menteri KKP Ainul Faqih (AF), Andreu Pribadi Misata (APM) dan Amiril Mukminin (AM) sebagai penerima. Mereka diduga telah menerima suap sebesar Rp 9,8 miliar.
Para tersangka penerima disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara tersangka pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.