Kamis 17 Dec 2020 18:56 WIB

Vaksin Gratis: Cegah Permainan Harga, Percepat Herd Immunity

PB IDI mengapresiasi Jokowi yang akhirnya memutuskan menggratiskan vaksin Covid-19.

Sejumlah relawan antre untuk di vaksin  pada simulasi vaksinasi Covid-19 di Puskesamas Tanah Sareal, Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu (18/11). Presiden Jokowi telah memutuskan menggratiskan vaksin Covid-19 untuk masyarakat. (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Yulius Satria Wijaya
Sejumlah relawan antre untuk di vaksin pada simulasi vaksinasi Covid-19 di Puskesamas Tanah Sareal, Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu (18/11). Presiden Jokowi telah memutuskan menggratiskan vaksin Covid-19 untuk masyarakat. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rr Laeny Sulistyawati, Sapto Andika Candra, Idealisa Masyrafina

Baca Juga

Keputusan pemerintah untuk menggratiskan biaya vaksinasi virus corona SARS-CoV2 (Covid-19) disambut baik oleh banyak pihak, termasuk Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI). Pengumuman ini dinilai menguntungkan masyarakat di tengah banyak yang terdampak krisis finansial akibat pandemi Covid-19.

"PB IDI menyambut baik yang dikatakan presiden Joko Widodo bahwa vaksinasi ini nantinya akan gratis untuk seluruh warga. Kami melihat ada keuntungannya," kata Wakil Sekjen PB IDI Fery Rahman saat dihubungi Republika, Kamis (17/12).

Ia menambahkan, nantinya tidak ada monopoli harga yang mungkin bisa dimainkan pihak swasta. Ia menyontohkan saat pengalaman awal pandemi Covid-19 terjadi, harga masker dan penyanitasi tangan (hand sanitizer) sempat melonjak tinggi.

Tetapi dengan vaksinasi gratis, dia optimistis tidak ada spekulasi harga yang akan menjadi keberatan warga, apalagi mungkin banyak masyarakat yang saat ini mengalami krisis finansial atau ekonomi. Kendati demikian, ia meminta pelaksanaan vaksinasi ini harus hati-hati dan memastikan distribusinya.

Fery menyebutkan, beberapa kali fakta mengungkap ketika sesuatu yang gratis dimanfaatkan untuk mendapatkan keuntungan bisnis. Contohnya, dia melanjutkan, pemerintah beberapa kali menggelontorkan bantuan sosial (bansos) untuk warga miskin tetapi praktik di lapangan ternyata masih ada yang disalahgunakan.

"Dalam konteks vaksinasi, jangan sampai ada beban biaya yang ditimbulkan. Kalau beban biaya yang ditimbulkan sifatnya operasional silakan saja, tetapi kalau yang vaksinasi yang mestinya gratis, saya kira jangan ada biaya yang ditimbulkan," katanya.

Jadi, dia melanjutkan, pekerjaan rumah (PR) pemerintah selanjutnya adalah memastikan sebaran, distribusi, pelaksanaan harus sesuai target. Apalagi ia menyebutkan penduduk Indonesia tersebar sampai pulau-pulau terpencil.

Menurutnya, ada beberapa instrumen yang bisa dimanfaatkan yaitu memberdayakan aparat TNI/Polri yang bertugas sampai pelosok Indonesia dan kedua instrumen tenaga kesehatan. Ia yakin tenaga kesehatan dari tingkat atas rumah sakit rujukan, rumah sakit daerah, klinik, puskesmas, dokter praktik mandiri, dokter praktik pribadi maupun bidan/perawat bisa ikut menyukseskan vaksinasi.

"Pemerintah bisa menggandeng aparat TNI/polri namun juga tenaga kesehatan sampai yang pelosok-pelosok, baik itu dokter praktik mandiri, atau bidan yang praktik," katanya.

Terpisah, Ketua Umum PB IDI Daeng M Faqih meminta pemerintah jangan melupakan masyarakat miskin. Sebab, orang miskin tidak berdaya dan kalau tidak dibantu tentu mereka akan kesusahan mengakses vaksin Covid-19.

"Padahal target untuk mencapai herd immunity adalah 70 persen dari total penduduk harus divaksin. Tetapi buat orang miskin jangankan beli vaksin, mau makan saja susah," katanya.

Pada Rabu (16/12) siang, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam keterangan pers di Istana Merdeka, mengumumkan bahwa vaksin Covid-19 akan diberikan gratis kepada masyarakat.

"Setelah menerima masukan masyarakat dan setelah melakukan kalkulasi ulang mengenai keuangan negara, dapat saya sampaikan bahwa vaksin Covid-19 untuk masyarakat adalah gratis. Sekali lagi gratis tidak dikenakan biaya sama sekali," ujar Presiden Jokowi dalam keterangan pers. 

Taget Herd Immunity

Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 meyakini program vaksinasi gratis yang telah diumumkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa mempercepat tercapainya kekebalan komunitas atau (herd immunity). Penggratisan vaksin diharapkan mampu mendorong kesukarelaan masyarakat untuk divaksinasi sehingga tercapai target imunisasi, yakni 70 persen penduduk Indonesia atau 182 juta orang.

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyebutkan, program vaksinasi gratis merupakan komitmen pemerintah untuk membuka akses vaksin seluas-luasnya bagi masyarakat. Langkah ini juga diharapkan mampu memulihkan aspek kesehatan yang secara bertahap memperbaiki kinerja perekonomian nasional.

"Diharapkan dengan semakin mudahnya akses vaksin yang dapat diperoleh masyarakat, kekebalan imunitas dapat dicapai dengan lebih cepat," katanya dalam keterangan pers di Kantor Presiden, Kamis (17/12).

Di luar program vaksinasi yang memang terus dimatangkan, Wiku tetap mengimbau masyarakat patuh menjalankan protokol kesehatan 3M. Menurutnya, protokol kesehatan tetap menjadi senjata terampuh dalam menekan penularan Covid-19, bahkan apabila vaksinasi sudah berjalan nanti.

Wiku mewanti-wanti agar pemerintah daerah terus memperketat implementasi protokol kesehatan, terutama selama periode libur akhir tahun nanti. Pemerintah, ujar Wiku, juga sedang mematangkan aturan baru mengenai syarat bagi pelaku perjalanan untuk mencegah penularan di daerah.

"Saya minta masyarakat tetap patuhi seluruh aturan dan syarat yang berlaku terkait perjalanan di tengah pandemi sehingga penularan dapat dicegah," katanya.

Kepala Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono mengapresiasi upaya Pemerintah menggratiskan vaksin Covid-19. Namun, ia mengingatkan komitmen anggaran untuk vaksinasi ini hingga beberapa tahun ke depan.

"Dengan menggratiskan, harus dipikirkan apakah pandemi bisa cepat berakhir. Pandemi tidak mungkin selesai dalam waktu tiga tahun, setelah itu harus ada vaksinasi lagi," ujar Miko kepada Republika.co.id, Rabu (16/12).

Ia menjelaskan, meskipun vaksinasi diberikan kepada seluruh masyarakat yang memenuhi syarat, kekebalan kelompok (herd immunity) masih sulit untuk dicapai. Hal ini karena herd immunity dapat bisa dicapai apabila 80 persen dari kelompok yang susceptible (rentan penyakit), telah divaksinasi. Dalam hal ini adalah seluruh penduduk yang berjumlah 260 juta.

Akan tetapi, vaksin yang tersedia saat ini baru bisa digunakan untuk kelompok umur 18-59 tahun, dan yang tidak memiliki penyakit rentan. Data Pemerintah menyebutkan, hanya 107 juta dari 160 juta orang dalam kelompok umur tersebut yang akan divaksinasi, sehingga menurut Miko, herd immunity sulit untuk dicapai.

"Kalau nanti gabungan vaksin merah putih sudah ada dan bisa diberikan ke anak-anak dan lansia juga, baru bisa herd immunity," jelas Miko.

Selain itu, vaksin-vaksin yang sudah siap dibagikan baru mengalami uji coba selama enam bulan atau kurang dari setahun. Oleh karena itu, masih perlu dilihat efek samping vaksin ini dalam setahun setelah digunakan. Apalagi umumnya efektivitas vaksin sangat singkat, hanya sekitar 1-3 tahun.

"Kalau misalnya dalam 1 tahun ada efek samping yang berat akan ditarik lagi, tapi risiko (vaksinasi) sepadan daripada terus ada yang jadi korban," kata Miko.

photo
Vaksin Covid-19 - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement