REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bertepatan dengan pelaksanaan sidang uji materi lanjutan di Mahkamah Konstitusi (MK), Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) melakukan unjuk rasa di sekitar Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat. Mereka menuntut pembatalan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker).
"Dua tuntutan, pertama adalah batalkan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Ciptaker dan yang kedua, naikkan UMSK tahun 2021," ujar Presiden KSPI, Said Iqbal, lewat pernyataan pers, Rabu (16/12).
Said mengatakan, selain uji materiil yang saat ini sudah memasuki persidangan ketiga, pihaknya juga melakukan uji formil secara resmi. Uji formil tersebut sudah didaftarkan kemarin, Selasa 15 Desember 2020. Dalam uji formil ini pihaknya meminta agar omnibus law UU Ciptaker dibatalkan seluruhnya.
"Karena dalam proses penyusunannya terdapat banyak kejanggalan,” kata Said.
Untuk uji materiil, kata dia, materi gugatan mencakup 12 isu yang meliputi upah minimum, pesangon, perjanjian kerja waktu tertentu (PKWTT), pekerja alih daya, waktu kerja, cuti, PHK, penghapusan sanksi pidana, TKA, jaminan sosial, dan pelaksana penempatan tenaga kerja.
“Kami meminta agar Hakim MK bersungguh-sungguh dalam memeriksa perkara ini dan memutus perkara dengan adil. Jika kami merasa keadilan telah dicederai, maka kami akan melakukan aksi besar-besaran,” lanjutnya.
Selain menolak omnibus law UU Cipta Kerja, dalam aksinya para buruh juga menuntut agar upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK) tahun 2021 tetap naik. Menurut Said, jika UMSK 2021 tidak naik, akan mencederai rasa keadilan kaum buruh. Terlebih lagi UMSK berlaku untuk jenis industri tertentu yang dinilai memiliki kemampuan untuk membayar upah buruh lebih baik dibandingkan dengan kebanyakan industri yang lain.
Said menampik pernyataan yang menyebut pada 2021 UMSK sudah tidak bisa lagi ditetapkan karena sudah dihapus dalam UU Ciptaker. Menurut dia, di dalam Pasal 82 angka 68 UU Cipta Kerja disebutkan, bahwa untuk pertama kali upah minimum yang berlaku, yaitu upah minimum yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan pelaksanaan UU No 13 Tahun 2003 yang mengatur mengenai pengupahan.
Sementara. dalam peraturan pelaksanaan UU No 13 Tahun masih dikenal istilah upah minimum sektoral kabuaten/kota.
“Bukan berarti kami setuju dengan omnibus law, tetapi kami meminta agar aturan jangan seenaknya mempermainkan hak-hak buruh,” tegasnya.