REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan meprioritaskan vaksinasi Covid-19 kepada warga yang berada di zona merah atau daerah dengan risiko penularan Covid-19 yang tinggi. Hal itu, dikemukakan terkait datangnya 1,2 juta dosis vaksin Sinovac di Indonesia.
"Vaksin ini disampaikan secara bertahap, kami di Jawa Barat mempriortaskan, bahwa daerah dengan yang berisiko tinggi dulu (yang divaksinasi) bila ada kuota vaksin yang disampaikan dari pemerintah pusat," ujar Sekretaris Daerah Jawa Barat yang juga menjabat sebagai Ketua Harian Komite Penanggulangan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Daerah (KPCPED) Jabar, Setiawan Wangsaatmaja di Hotel Pullman, Kota Bandung, Senin (7/12).
Menurut Setiawan, sampai saat ini belum diketahui secara pasti berapa jumlah dosis vaksin yang diterima Jabar dari pemerintah pusat. Pihakya, belum tahu persis (kuotanya). Tapi, pemberian vaksin sesuai kriteria. Yakni, penerima vaksin itu berusia 18 - 59 tahun, tidak berisiko dan sebagainya, "Iya zona-zona berisiko tinggi, zona merah itu," katanya.
Setiawan mengatakan, idealnya pemberian vaksin diberikan kepada 60 persen jumlah penduduk di Jabar. Yakni, sekitar 25-26 juta jiwa.
"Dengan kriteria yang disampaikan pertama, kami paham betul ini harus ada prioritas, jadi prioritasnya zona merah, lalu dari zona merah tersebut kita kriteriakan lagi yang paling visible artinya berapa, misal di Bodebek 2,6 juta orang yang kita prioritaskan, kemudian di Bandung Raya," paparnya.
Seperti diketahui 1,2 juta vaksin Sinovac tiba di Indonesia pada Senin (7/12) malam. Jutaan dosis vaksin itu disimpan dalam 7 envirotainer yang diangkut menggunakan tiga truk dan dikirimkan kembali ke Bio Farma di Kota Bandung sekitar pukul 03.45 WIB.
Direncanakan, pekan depan akan tiba 1,8 juta vaksin tambahan dari Sinovac. Saat ini jutaan dosis vaksin disimpan di Biofarma seraya menanti izin pemakaian dari Badan POM RI, sebelum disuntikkan kepada masyarakat.
Pemprov Jabar, kata dia, telah melakukan persiapan dengan menggelar simulasi vaksinas di dua kota dan satu kabupaten. Dari simulasi tersebut, diketahui jika pemberian vaksin di puskesmas secara massal itu kurang optimal.
"Karena di Puskesmas space-nya terbatas, dari hasil simulasi ketahuan bahwa setiap individu yang divaksin itu memerlukan waktu 30 menit ke atas," katanya.
Artinya, kata dia, ketika waktu tunggu tersebut hadir masyarakat yang ingin divaksin lagi, maka terjadi penumpukan.
"Jafi seyogyanya Pak Gubernur bilang vaksinasi ini bisa dilakukan di ruangan besar, misal gelanggang olahraga atau gedung besar lainnya," kata Setiawan.