REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gepokan uang dalam pecahan rupiah, dolar AS, dan dolar Singapura diperlihatkan oleh petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Ahad (6/12) dini hari. Meski sudah ada 6 orang petugas KPK yang membawa koper, tapi kedua tangan mereka masih tidak mampu menggenggam semua uang dalam 6 koper yang berjumlah Rp 14,5 miliar dengan rincian mata uang rupiah sekitar Rp 11,9 miliar dan uang asing sekitar 171,085 dolar AS (setara Rp 2,420 miliar) dan 23.000 dolar Singapura (setara Rp 243 juta).
Uang tersebut disita petugas lembaga antirasuah terkait pengadaan bansos bagi masyarakat di Jabodetabek yang terdampak Covid-19. Adalah Ardian IM dan Harry Sidabuke yang telah menyiapkan uang tersebut di apartemen Jakarta dan Bandung. Uang tersebut dikemas dalam 3 koper, 3 tas ransel, dan amplop kecil dengan jumlah sekitar Rp 14,5 miliar.
Rencananya penyerahan uang akan dilakukan pada Sabtu, 5 Desember 2020 sekitar pukul 02.00 WIB di salah satu tempat di Jakarta. Namun pada 4 Desember 2020, tim KPK menerima informasi akan diserahkannya uang dari Ardian dan Harry kepada Kasubdit Penanganan Korban Bencana Sosial Politik Kementerian Sosial sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Bansos Matheus Joko Santoso, Kabiro Umum Kemensos yang juga menjadi PPK Bansos Adi Wahyono, dan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara.
Penyerahan untuk Juliari dilakukan melalui Matheus dan Shelvy N, seorang sekretaris di Kemensos yang merupakan orang kepercayaan Juliari. Tim langsung mengamankan Matheus, Shelvy dan pihak-pihak lain termasuk direktur PT Tiga Pilar Agro Utama Wan Guntur, Ardian IM, Harry dan seorang pihak swasta bernama Sanjaya. Keenamnya lalu dibawa ke KPK untuk pemeriksaan lebih lanjut pada Sabtu dini hari.
Sedangkan Juliari diketahui tidak ikut terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) tersebut karena sedang berada di luar kota. Begitu pula Adi Wahyono.
Keduanya baru menyerahkan diri pada Ahad pagi. Juliari menyerahkan diri ke KPK sekitar pukul 02.50 WIB ke Gedung KPK namun tidak berkomentar apa pun, sedangkan Adi yang datang sekitar pukul 08.50 WIB ke KPK juga langsung naik ke ruang pemeriksaan.
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan perkara tersebut diawali adanya pengadaan bansos penanganan Covid-19 berupa paket sembako di Kementerian Sosial RI tahun 2020 dengan nilai sekitar Rp 5,9 triliun dengan total 272 kontrak pengadaan dan dilaksanakan dengan 2 periode. Menurut Firli, pada pelaksanaan paket Bansos sembako periode pertama diduga diterima fee Rp 12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh Matheus Joko Sanatoso kepada Juliari Batubara melalui Adi Wahyono dengan nilai sekitar Rp 8,2 miliar. Pemberian uang tersebut selanjutnya dikelola oleh Eko dan Shelvy N untuk digunakan membayar berbagai keperluan pribadi Juliari.
Untuk periode kedua pelaksanaan paket bansos sembako, terkumpul "fee" dari Oktober-Desember 2020 sejumlah sekitar Rp 8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan Juliari. Sehingga total suap yang diduga diperoleh Juliari adalah senilai Rp 17 miliar.
Untuk "fee" tiap paket bansos di sepakati oleh Matheus dan Adi sebesar Rp10 ribu per paket sembako dari nilai Rp300 ribu per paket bansos.
KPK pun menetapkan 5 orang tersangka, yaitu sebagai tersangka penerima suap Juliari Peter Batubara, Matheus Joko Santoso, dan Adi Wahyono sedangkan tersangka pemberi suap adalah dua orang pihak swasta yaitu Ardian IM dan Harry Sidabuke.
Anggaran bansos
Kementerian Sosial memang mendapatkan pagu Rp 128,927 triliun untuk program Perlindungan Sosial Pemulihan Ekonomi Nasional akibat Covid-19 dari total anggaran Rp 695 triliun pada 2020. Total ada 6 program Perlindungan Sosial yang ada di Kemensos yaitu Program Keluarga Harapan (PKH) dengan anggaran Rp 36,71 triliun dan sudah terealisasikan 100 persen; Bantuan Pangan Non Tunai (BNPT) dengan anggaran Rp 43,12 triliun dan telah terelasisasi Rp 37,31 triliun (86,52 persen); bansos sembako Jabodetabek dengan anggaran Rp 6,84 triliun dan telah terealisasi Rp 5,65 triliun (82,59 persen); bansos tunai dengan anggaran Rp 32,4 triliun dan telah terealisasi Rp 25,86 triliun (79,8 persen); bansos beras dengan anggaran Rp 5,26 triliun dan realisasi Rp 3,29 triliun (62,47 persen) serta bansos tunai baik keluarga penerima manfaat sembako non-PKH dengan anggaran Rp 4,5 triliun dan sudah terealsisasi seluruhnya berdasarkan data per 4 November 2020.
Bahkan Sekjen Kemensos Hartono Laras menyebut per 6 Desember 2020, jumlah anggaran perlindungan sosial di Kemensos yang sudah terealisasi adalah sebesar 98 persen.
Program bansos yang diminta jatah "fee" Rp 10 ribu per paket adalah bantuan khusus, yaitu program bantuan sosial sembako Jabodetabek bagi 1,9 juta keluarga penerima.
Pada April-Juni besaran bansos yang diberikan adalah Rp 600 ribu per keluarga per bulan, tapi mulai Juli-Desember nilainya Rp 300 ribu per keluarga per bulan. Isi bansos yang dibungkus dengan kantong bertulis "Bantuan Presiden RI bersama lawan Covid-19" itu antara lain adalah beras, minyak goreng, sarden, kornet, sambal, kecap, mi instan, susu UHT, teh, dan sabun mandi.
Distribusi bansos itu sendiri tidak selalu lancar. Buktinya KPK menerima total 1.074 aduan hingga 4 September 2020 terkait penyaluran bantuan sosial (bansos) yang disampaikan melalui aplikasi JAGA Bansos.
"Dari jaga bansos sampai 4 September ada 1.074 keluhan terkait bansos, hampir 500 aduan adalah karena tidak menerima bansos meski sudah mendaftar dandengan keluhan paling tinggi dari DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah," kata Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar seusai berkoordinasi dengan Mensos Juliari Batubara di Gedung KPK pada Rabu (9/9).
JAGA Bansos yang diluncurkan pada 29 Mei 2020 merupakan fitur tambahan dalam platform pencegahan korupsi JAGA yang diinisiasi KPK untuk menampung keluhan masyarakat terkait penyimpangan atau penyalahgunaan penyaluran bansos.
Atas keluhan itu, KPK sudah menyalurkannya kepada Aparatur Pengawas Internal Pemerintah (APIP) dan masing-masing pemerintah daerah.
Menurut Lili, masalah ada pada validasi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) penerima bantuan serta rendahnya kesadaran penerima bansos agar tidak mengambil apa yang bukan haknya.
Juliari saat itu mengatakan bahwa penerima bansos tidak boleh berganda, artinya penerima bansos dari pusat penerima bansos reguler, yaitu Program Keluarga Harapan (PKH) dan kartu sembako tidak bisa lagi menerima bansos khusus untuk Covid-19.