Sabtu 05 Dec 2020 07:38 WIB

Keterisian Tempat Tidur RS di Bogor Capai 83 Persen

Tingginya BOR di RS Bogor, membuat klaster keluarga tidak ada habisnya.

Rep: Laeny Sulistyawati/ Red: Hiru Muhammad
Sejumlah relawan antre untuk di vaksin  pada simulasi vaksinasi COVID-19 di Puskesamas Tanah Sareal, Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu (18/11/2020). Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto mengatakan, pemerintah menargetkan imunisasi COVID-19 akan diberikan kepada 67 persen dari 160 juta penduduk berusia 18-59 tahun atau sebanyak 107,2 juta orang, pemberian vaksinasi akan dilakukan melalui skema vaksin program dan vaksin mandiri.
Foto: ANTARA/Yulius Satria Wijaya
Sejumlah relawan antre untuk di vaksin pada simulasi vaksinasi COVID-19 di Puskesamas Tanah Sareal, Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu (18/11/2020). Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto mengatakan, pemerintah menargetkan imunisasi COVID-19 akan diberikan kepada 67 persen dari 160 juta penduduk berusia 18-59 tahun atau sebanyak 107,2 juta orang, pemberian vaksinasi akan dilakukan melalui skema vaksin program dan vaksin mandiri.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wali Kota Bogor, Jawa Barat Bima Arya menyatakan penanganan virus corona SARS-CoV2 (Covid-19) di wilayahnya dalam kondisi tak baik. Bahkan, saat ini tingkat keterisian tempat tidur (Bed occupancy ratio/BOR) rumah sakit (RS) di Bogor mencapai 83 persen. 

"Kota Bogor masih jauh dari aman, bahkan kami sedang mengalami fase tertinggi BOR 83 persen. Padahal, biasanya dapat ditekan hingga di bawah 60 persen," katanya saat berbicara di konferensi virtual BNPB bertema Pandemi Belum Berakhir: Patuhi Protokol Kesehatan, Jumat (4/12) sore.

Dia mengakui selama ini surveilans yang dilakukan masih lemah dan masih kurang dipersiapkan. Ia menilai tingginya BOR di RS, membuat klaster keluarga tidak ada habisnya. Sebab, pasien jadi dengan mudah dipulangkan meski belum ada jaminan tidak menularkan anggota keluarga lainnya. "Belum tentu mereka disiplin sehingga kemudian menularkan anggota keluarganya," ujar Bima.

Masalah keterisian tempat tidur di RS pun menjadi fokusnya saat ini. Apalagi banyak pasien dari kabupaten Bogor dan Jakarta yang masuk ke Kota Bogor. Bima menyatakan akan membenahi sistem rujukannya, agar bisa mengetahui secara tepat kapasitas rumah sakit. "Jadi misalnya kalau RS di kabupaten masih kosong, kita bisa geser ke sana asalkan ada datanya. Kami juga pererat dengan kabupaten," ujarnya. 

Selain itu, pihaknya telah menyiapkan RS darurat dan menyiapkan satu hotel untuk tempat isolasi pasien orang tanpa gejala (OTG). Bima mengingatkan kepada kepala daerah lainnya kegagalan di banyak tempat dalam penanganan Covid-19 adalah kegagalan kolaborasi. Menurutnya, kepala daerah penting  mendengarkan saran dari ahli yang disesuaikan kebutuhan daerahnya. "Saya bilang dengan kepala dinas, jangan sok tahu, harus ada kolaborasi, misalnya saat ini dengan epemiolog. Tidak bisa menyamakan dengan kondisi biasa," katanya.

Bahkan, ia meminta anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) harus diarahkandengan mendengarkan ahlinya. Selain itu, ia meminta pola komunikasi dan sosialisasi terkait pandemi di kalangan masyarakat harus diperbaiki. Nyatanya, bukan hanya masyarakat yang masih banyak tidak memahami, tetapi juga berbagai fasilitas kesehatan yang ada di Kota Bogor."Di Bogor kami yakin didasarkan edukasi, seperti hari ini tidak semua RS dan faskes paham mereka harus lapor. Masih tidak jelas antara apa yang harus dilakukan dan tidak," katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement