Jumat 04 Dec 2020 13:13 WIB

LPSK Beri Santunan Keluarga Korban Kekerasan MIT di Sigi

Santunan bentuk kepedulian negara atas peristiwa duka yang menimpa para korban.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Polisi memeriksa bangunan di Kabupaten Sigi, yang dibakar dalam serangan yang dilakukan kelompok teroris MIT Poso pimpinan Ali Kalora.
Foto: ANTARA/Humas Polres Sigi
Polisi memeriksa bangunan di Kabupaten Sigi, yang dibakar dalam serangan yang dilakukan kelompok teroris MIT Poso pimpinan Ali Kalora.

REPUBLIKA.CO.ID, SIGI -- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyerahkan santunan duka kepada keluarga korban kekerasan terduga pelaku teroris kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) Poso di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah (Sulteng).

“Kami sudah beberapa hari di Sigi, baru saja kita serahkan santunan kepada keluarga korban dalam bentuk tabungan bank yang setiap saat bisa diambil oleh mereka,” kata Wakil Ketua LPSK, Brigjen (Purn) Achmadi di Kabupaten Sigi, Jumat (4/12).

Dia mengatakan, pemberian santunan duka itu adalah pemberian negara bentuk kepedulian negara atas peristiwa duka yang menimpa kepada para korban. “Dari negara, bagian dari proses negara dan hal lain ada hak kompensasi yaitu korban terorisme tanggung jawab negara dan LPSK memberi perlindungan dan bantuan,” kata Achmadi.

Dia menjelaskan, LPSK memberi perlindungan kepada saksi-saksi dan korban dalam rangka proses peradilan. Menurut Achmadi, bantuan itu bisa medis, psikologis, dan juga bantuan sosial (bansos).

"Medis itu kalau mungkin ada luka, psikologis kita bekerja sama seperti dengan Polri dan karena di sini medan berat kita dibantu sepenuhnya tim ahli psikologi Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Polda Sulawesi Tengah,” katanya, yang didampingi Kepala Biro Psikolog SSDM Polri Kombes Adi Suhariono beserta tim.

Achmadi menambahkan, proses pemberian santunan duka bisa diserahkan berkat kerja sama semua pihak, khususnya Ditjen Dukcapil Kemendagri, sehingga prosesnya bisa berjalan secara baik. Dia mengaku, untuk mendapatkan informasi itu sempat kesulitan karena para korban tidak memiliki identitas.

"Tidak tahu ke mana, sementara kami harus urus. Kami harus dapat identitas itu untuk pemenuhan hak seperti kompensasinya, untuk bantuan santunan ini kemudian untuk menjadi saksi yang dilindungi dan saya sendiri yang hubungi Dirjen Dukcapil minta tolong ini,” kata Achmadi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement