Rabu 02 Dec 2020 00:57 WIB

Polri: Ada 4.250 Kejahatan Siber Hingga November 2020 

Pandemi Covid-19 membuat kegiatan transaksi internet meningkat.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Ratna Puspita
Wakil Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes Himawan Bayu Aji (kiri)
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Wakil Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes Himawan Bayu Aji (kiri)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes Himawan Bayu Aji mengatakan, ada 4.250 kejahatan siber pada Januari hingga November lalu. Ia mengatakan, kejahatan siber yang terjadi berkaitan erat dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terbagi dua kategori, yakni penipuan dan akses ilegal.

"Kalau dihubungkan TPPU, penipuan dan akses ilegal sangat erat hubungannya, Januari-November terus meningkat, November kejahatan siber 4.250 kejahatan, dan diperkirakan akan terus meningkat sampai akhir tahun," kata Himawan saat membuka Webinar bertema 'Membedah Tindak Pidana Siber sebagai Tindak Pidana Asal TPPU', Selasa (1/12).

Baca Juga

Ia mengatakan, hal yang membuat kejahatan siber terus meningkat lantaran penggunaan transaksi menggunakan internet terus meningkat. Apalagi, Himawan mengatakan, pandemi Covid-19 membuat kegiatan transaksi internet meningkat daripada biasanya.

"Kita melihat dalam pengguna internet terus meningkat sampai hari ini yang menggunakan mobil phone hampir 338 juta melebihi jumlah penduduk Indonesia, menyebabkan kejahatan teknologi informasi juga meningkat karena ada beberapa masyrakaat  2-3 punya lebih satu mobile phone untuk transaksi online," kata dia.

Sebelumnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat laporan aliran dana yang masuk terkait kejahatan siber meningkat secara signifikan. Kepala PPATK Dian Ediana Rae mengatakan pada tahun 2014, PPATK menerima 246 laporan, sementara pada 2018 sudah mencapai 4.526 laporan.

"Seharusnya kita bergerak lebih cepat dari itu, aliran dana yang masuk PPATK soal kejahatan siber makin meningkat tahun ke tahun," kata Dian.

Ia mengatakan, verbagai kejahatan siber yang ditangani oleh PPATK secara umum dikelompokkan ke dalam empat modus, yaitu business email compromise, romance scam, penipuan jual beli online, dan penipuan investasi. PPATK telah menyampaikan 8 hasil analisis dan 17 informasi kepada penegak hukum serta lembaga intelijen keuangan di berbagai negara terkait.

"Ini kita harus menyadari kemajuan teknologi ini harus diperhatikan, termasuk pendanaan terorisme, karena salah satu tugas PPATK dan aparat penegak hukum bagaiamana teroris sekarang bisa jadi go virtual, baik dlm propaganda politik, atau dengan penghimpunan dana itu sangat berbahaya," katanya.

Dian mengatakan, PPATK mencatat ada sekitar 422 rekening di Indonesia yang teridentifikasi sebagai perantara atau penampung aliran dana terkait dugaan kejahatan dunia siber. Ia mengatakan dari 422 rekening itu tercatat aliran masuk hasil penipuan berasal dari total 140 negara.

"Ada 422 pihak di Indonesia yang teridentifikasi sebagai rekening perantara atau penampungan aliran dana yang diduga terkait dengan penipuan siber ini. Totalnya 140 negara yang masuk ke Indonesia diduga dari hasil penipuan yakni mencapai lebih Rp1 Triliun," ujar Dian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement