REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sebanyak 2.782 jiwa mengungsi akibat erupsi Gunung Api Ili Lewotolok di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT), Ahad (29/11). Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lembata mengabarkan, para pengungsi tersebut berasal dari 26 desa yang kini terkonsentrasi di enam titik penampungan.
“BPBD melaporkan sementara ini, belum ada korban jiwa,” begitu siaran pers dari Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) di Jakarta, Ahad (29/11). Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Raditya Jati kepada wartawan mengatakan, manajemen pengungsian di tempat penampungan sementara ini tetap menerapkan protokol kesehatan Covid-19.
Dalam laporannya, BPBD menerangkan pengungsi paling banyak berasal dari 17 desa Kecamatan Ile Ape. Pengungsi lainnya, juga berasal dari sembilan desa Kecamatan Ile Ape Timur. Para pengungsi tersebut, sementara ini tersebar ke enam titik penampungan. Paling banyak di Kantor Bupati Lembata yang menampung sebanyak 2.029 jiwa.
Sedangkan di Aula Kantor Badan Kepegawaian Daerah, tercatat menampung 228 jiwa pengungsi. Di Tapolangu, pengungsi juga tercatat ada 228 jiwa. Di Kantor Kelurahan Lewoleba Tengah menampung sebanyak 140 pengungsi. Selebihnya, di Aula Ankara dan di Desa Boapana, tercatat ada 32 dan 15 orang pengungsi.
“Pola pengungsian Gunung Api Ili Lewotolok ini, disesuaikan dengan protokol kesehatan untuk mencegah penularan Covid-19,” begitu dalam laporan BNPB.
Gunung Api Ile Lewotolok, Ahad (29/11) pagi waktu setempat mengalami peningkatan aktivitas dengan menyemburkan abu vulkanik setinggi 4.000 meter di atas puncak. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), pun menaikkan status bencana terhadap gunung apai tersebut, menjadi Level III atau Siaga. BNPB, setelah meminta warga mengevakuasi diri pada radius dua kilometer dari kawah puncak gunung, pada Ahad (29/11) malam, melebarkan radius bahaya bencana menjadi empat kilometer.