Senin 30 Nov 2020 06:46 WIB

Perawat yang Memilih Jadi Sopir Penjemput Pasien Covid-19

Ika tak terbebani bekerja lebih berat, karena situasi memaksa relawan bekerja keras.

Rep: Erik PP/ Red: Erik Purnama Putra
Relawan Satgas Penanganan Covid-19 yang merupakan perawat sekaligus sopir ambulans, Ika Dewi Maharani.
Foto: Tangkapan layar
Relawan Satgas Penanganan Covid-19 yang merupakan perawat sekaligus sopir ambulans, Ika Dewi Maharani.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Usai memeriksa ponsel, Ika Dewi Maharani (26 tahun) yang memakai kaus merah langsung mengenakan alat pelindung diri (APD) warna putih di samping mobil ambulans yang diparkir di area Universitas Indonesia (UI), Kota Depok, Jawa Barat. Dia bersama rekannya, sesama sopir ambulans bersiap untuk mulai bekerja pada hari itu.

Ika merupakan relawan Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 yang ditugaskan di Rumah Sakit (RS) UI, yang ditetapkan sebagai salah satu RS rujukan penanganan pasien Covid-19. Hal yang membedakan Ika dengan relawan lainnya, adalah ia merupakan relawan pertama perempuan yang bertugas sebagai pengemudi mobil ambulans.

“Saya sebagai perawat sekaligus driver di ambulans Covid-19, dinas selama 12 jam, 9 pagi sampai 9 malam. Selama saya masih kuat dan sehat saya akan melayani,” ucap Ika dalam testimoni ketika terpilih sebagai salah satu penerima apresiasi 11th SATU Indonesia Awards 2020, beberapa waktu lalu.

Ika dijuluki sebagai "Sang Garda Terdepan Covid-19" dalam ajang yang dihelat PT Astra International Tbk, berkat pengabdiannya sebagai relawan penanganan Covid-19. Di saat banyak orang ketakutan tertular dan mencoba menghindari interaksi dengan pasien positif Covid-19, Ika malah melakukan hal sebaliknya.

Ika harus menjemput pasien Covid-19 di Kota Depok dan Jabodetabek, yang harus menjalani perawatan di RS UI. Pasien yang dibawa Ika termasuk orang tanpa gejala (OTG) atau pasien bergejala ringan. Bertugas sebagai sopir dan perawat, Ika memang wajib menjemput pasien ke rumahnya untuk diantar ke RS UI demi menjalani isolasi agar bisa sembuh dari virus corona.

Menjadi sopir

Ika sudah menjalani sidang skripsi dan tinggal menunggu wisuda di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (Stikes) Hang Tuah Surabaya, Jawa Timur, saat pandemi Covid-19 melanda Indonesia pada awal Maret 2020. Dia pun berencana pulang ke kampung halaman di Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara (Malut), seusai disumpah menjadi perawat dan diwisuda. Selain kangen orang tua, dia juga meninggalkan anak perempuan satu-satunya bernama Yura, yang ikut neneknya selama Ika kuliah.

Jalan hidup memang sulit ditebak. Seketika, Ika yang tergabung dalam Himpunan Perawat Gawat Darurat dan Bencana Indonesia (HIPGABI) mendapat informasi sedang dibuka relawan medis untuk penanganan pasien Covid-19 di Jakarta. Posisi relawan yang dibuka khusus untuk perawat yang bisa menyetir kendaraan ambulans.

Ika yang memang bisa mengemudikan mobil, tergerak mendaftarkan, dan dinyatakan lulus pada 11 April 2020. Dia mengaku, tujuan mendaftar relawan lebih ingin mendapat pengalaman sekaligus mempraktikkan ilmu yang didapatnya selama kuliah.

"Saya melihat Jakarta terdapat pandemi, kalau kita tak tangani dari pusatnya ini akan menyebar. Saya mendaftar di relawan karena ada pengalaman saya pernah di rumah sakit," ucap Ika dalam webinar yang diadakan BNPB di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Selama itu pula, ia bertugas sebagai perawat dan sopir ambulans yang mengangkut pasien positif untuk dirawat di RS UI. Tanggung jawab yang diberikan ke Ika ternyata tidak semudah bayangan orang. Setiap pagi sebelum berangkat menjemput pasien pertama, Ika wajib memastikan seluruh komponen mobil dalam kondisi siap. Jika semua dalam kondisi bagus, ia bisa berangkat menjemput pasien pertama pada hari itu.

"Kita perawat dan driver, teknisi juga. Dikasih tanggung jawab juga isi freon, aki, sampai kayak gitu. Kalau di ambulans ini pengalaman pertama bagi saya. Saya tak menyangka sebagai perawat evakuasi pasien dan jadi driver, jadi dobel," ucap Ika yang berasal dari Kabupaten Halmahera, Provinsi Malut.

Kala mendaftar sebagai relawan, Ika mengaku tidak melapor kepada orang tuanya yang tinggal di Kota Ternate. Orang tua tahunya Ika bakal pulang seusai menempuh pendidikan keperawatan. Ternyata, datangnya pandemi dan adanya lowongan menjadi relawan mengubah jalan hidup Ika.

Semula, orang tuanya keberatan dengan pilihan yang ditempuh anaknya. Sang ibu khawatir putrinya malah tertular penyakit yang baru muncul pada akhir 2019 tersebut. Pun dengan Ika, juga sempat muncul keraguan dalam dirinya, lantaran belum mendapat banyak informasi tentang Covid-19.

Namun, tekad dan dorongan untuk menjadi relawan membuat Ika mengikuti kata hatinya menjadi relawan Satgas Penanganan Covid-19. Lewat pembicaraan telepon dengan ibunya, Ika tetap mempertahankan keputusannya menjajal pengalaman baru sebagai relawan. Dia menjelaskan jika menjadi relawan itu tidak membahayakan diri sendiri, asalkan berpegang teguh kepada protokol kesehatan yang sudah ditentukan.

"Saya mau tak mau harus berangkat (ke Jakarta), besok berangkat, saya baru izin orang tua. Awalnya mama tak kasih izin, aku kasih penjelasan kita pakai APD dan ada SOP (standar operasional prosedur), saya ini perawat harus melayani tak boleh pilih-pilih pasien," kata Ika mencoba meyakinkan ibunya.

Bekerja sebagai sopir dan menghabiskan banyak waktu di lapangan jelas melelahkan. Ika mengakui, jalanan Depok dan Jakarta yang macet, lantaran orang seperti sudah beraktivitas normal membuat pengemudi ambulans harus banyak bersabar ketika menjemput atau mengantar pasien. Dia pernah terjebak macet parah ketika mengemudikan ambulans yang membawa pasien.

Sirine sudah dibunyikan dan tombol klakson dipencet beberapa kali. Namun, pengendar lain cuek saja tidak mencoba minggir atau memberi ruang ambulans lewat. Pengalaman seperti itu yang memunculkan stres, malah membuat Ika semakin terlatih untuk bersabar kala melayani pasien.

Menurut Ika, sebenarnya tugas sopir menjemput pasien hanya dibebankan sampai enam orang per hari. Faktanya, jumlah pasien yang dijemput dalam sehari bisa mencapai delapan orang. Apalagi, belakangan ini, kasus positif Covid-19 menunjukkan tren naik. Meski begitu, Ika tidak merasa lelah berat menjalaninya.

Lagi-lagi, ia ingat statusnya sebagai relawan sehingga, meski bekerja sampai larut tetap menikmati pekerjaan. Hanya saja, saat ini, Ika merasa terbantu lantaran partnernya bisa menyetir. Berbeda dengan relawan dulu yang tandem dengannya tidak bisa mengemudikan mobil.

Sehingga ia dan rekan kini, bisa bergantian menyetir, sekaligus waktu di jalan digunakan untuk istirahat. Karena itu, Ika tidak merasa terbebani bekerja lebih berat, karena situasi memaksa semua relawan bekerja lebih keras. Dengan sistem kerja sehari masuk dan keesokannya libur, ia memaksimalkan waktu libur untuk istirahat semaksimal mungkin dan memberi kabar kepada orang tua sekaligus berbincang dengan anaknya.

"Apalagi pasien tambah banyak sekarang, kadang full, overtime sampai jam 12 malam baru sampai UI lagi. Kerja (mulai) jam 9 pagi, sampai jam 12 malam. Betul, ya kita enjoy, yang penting pasien dapat kita selamatkan, dan mendapatkan layanan terbaik itu harapan kami," kata Ika.

Suka duka

Selama bekerja sebagai sopir ambulans, ia mempunyai pengalaman paling berkesan ketika menjemput seorang perempuan yang tes swab menunjukkan hasil positif Covid-19. Ketika Ika sampai di lokasi, ia baru menyadari suami si ibu tersebut sudah lebih dulu positif dan menghuni RS UI. Otomatis ibu tersebut juga harus menjalani isolasi mandiri di RS UI.

Sayangnya, ketika Ika turun dari ambulans untuk mengajak ibu tersebut ke RS UI, ia mendapati di dalam rumah itu ada anak kecil. Sang ibu tidak bisa meninggalkan anak tersebut yang berdasarkan hasil swab, negatif Covid-19. Pun dengan tetangga tidak ada yang mau merawat anak itu, lantaran takut tertular Covid-19.

Alhasil, ibu tersebut terpaksa membawa anaknya yang masih kecil untuk ikut sekaligus ke RS UI. Di situ, ia merasa miris, karena anak tersebut bisa tertular Covid-19 lantaran harus berinteraksi dengan ibunya. Tetapi, ia tidak bisa banyak berbuat membantu dan mendoakan sekeluarga itu bisa lekas sembuh dan sehat kembali.

“Tapi ya itulah suka dukanya seru sih, ini baru pertama kali juga. Penyakit Covid ini kan luar biasa baru ini ada kita kayak seperti ini, semoga ini cepat berakhir,” ucap Ika.

Selain suka, ada duka pula yang pernah dialami Ika selama bekerja. Dia mengaku, sejak pandemi baru sekali pulang bertemu anaknya. Karena situasi Covid-19 semakin parah, ia harus menahan diri untuk tidak bertemu anaknya, supaya tidak berpotensi tertular Covid-19. Langkah itu dilakukan Ika demi kebaikannya sendiri maupun anaknya.

Karena itu, ia selalu menelpon anak semata wayangnya setiap hari demi mengobati rasa kangen. Di ujung telepon, yang terjadi anaknya terus ingin bertemu ibunya.

"Hampir setengah tahun gak ketemu, anak bilang 'mama ayo ke Jawa'. Jangan dulu masih pandemi, bukan mama gak mau ke sana, kita kontak sama pasien. Kapan hari bilang gitu terus, yang penting berkabar dulu. Seorang ibu dan relawan begitu setiap harinya," kata Ika menjelaskan kondisinya yang terpisah dari anaknya.

Pendiri Young on Top, Billy Boen selaku salah satu juri Satu Indonesia Award 2020, mengapresiasi pengabdian yang dilakukan Ika sebagai relawan pengantar pasien Covid-19. Dia mengaku, dari sosok yang layak mendapat penghargaan, Billy paling terkesima dengan dedikasi yang dilakukan Ika.

Menurut dia, bukan pekerjaan mudah menjadi perempuan pengantar pasien Covid-19 yang menjalani pekerjaan ganda, yang juga berisiko tertular Covid-19. “Ada seorang wanita (jadi) volunteer menyetir ambulans, ini kan bener-bener kayak menjemput, nganterin orang-orang yang terpapar Covid, jadi itu bener-bener risking her life, dan itu yang membuat saya paling berkesan dalam penilaian,” kata Billy.

Head of Corporate Communications Astra sekaligus juri SATU Indonesia Awards 2020, Boy Kelana Soebroto, mengatakan, ada pengalaman berkesan selama melakukan penjurian terhadap mereka yang menerima penghargaan. Menurut dia, para anak muda itu yang meraih penghargaan dari Astra terbukti kehadirannya memberikan manfaat bagi lingkungan sekitarnya.

“Boleh dibilang, mereka semua anak-anak muda ini melakukan hal yang di luar seharusnya atau disebut above and beyond the call of duty. Harapan untuk Satu Indonesia Awards ke depan semoga terus menjadi platform pencarian anak-anak muda di Tanah Air yang punya semangat dan panggilan bekerja dalam diam memberi manfaat bagi masyarakat sekitarnya,” kata Boy.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement