Jumat 27 Nov 2020 05:43 WIB

Ini Konstruksi Perkara Stafsus dan Sespri Edhy Prabowo

Saat ini keduanya sudah menjalani penahanan di Gedung Merah Putih KPK.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Agus Yulianto
Tersangka pihak swasta Amiril Mukminin (kiri) mengenakan rompi tahanan usai ditetapkan sebagai tersangka terkait dengan kasus Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (26/11/2020).
Foto: RENO ESNIR/ANTARA
Tersangka pihak swasta Amiril Mukminin (kiri) mengenakan rompi tahanan usai ditetapkan sebagai tersangka terkait dengan kasus Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (26/11/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Karyoto menjelaskan, konstruksi perkara dua tersangka kasus dugaan suap terkait perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020. Dua tersangka, yakni Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) yang juga mantan Caleg PDIP dalam Pemilu 2019 Andreau Pribadi Misata dan swasta/Sekretaris Pribadi Menteri Kelautan dan Perikanan Amiril Mukminin. 

Dalam perkara ini, KPK juga telah menetapkan lima orang lainnya sebagai tersangka, yakni Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Safri, pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadi, staf istri Menteri Kelautan dan Perikanan Ainul Faqih dan Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito.

Karyoto menerangkan, pada 14 Mei 2020, Edhy Prabowo) selaku Menteri Kelautan dan Perikanan menerbitkan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster. Saat itu, Edhy menunjuk Andreau selaku staf khusus Menteri juga selaku Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) dengan salah satu tugas dari tim untuk memeriksa kelengkapan administrasi dokumen yang diajukan oleh calon eksportir benur.

"Selanjutnya pada awal Oktober 2020, Suharjito selaku Direktur PT DPP menemui Amirul di kantor KKP dan melakukan kesepakatan untuk nilai biaya angkut Rp 1.800/ekor dengan APM dan SWD," terang Karyoto di Jakarta, Kamis (26/11) malam. 

Atas kegiatan ekspor benih lobster tersebut, PT DPP diduga melakukan transfer sejumlah uang ke rekening PT ACK dengan total sebesar Rp 731.573.564. Selanjutnya PT DPP atas arahan Edhy Prabowo melalui Tim Uji Tuntas (Due Diligence) memperoleh penetapan kegiatan ekspor benih lobster/benur dan telah melakukan sebanyak 10 kali pengiriman menggunakan perusahaan PT ACK. 

Kemudian, lanjut Karyoto, pada 5 November 2020, diduga telah terjadi transfer dari rekening pemegang PT ACK Ahmad Bahtiar ke rekening salah satu bank atas nama Ainul sebesar Rp 3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy,  istrinya Iis Rosyati Dewi, Safri, dan Andreau.

Duit tersebut antara  ain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy dan istrinya di Honolulu, AS sejak Sabtu (21/11) hingga Senin (23/11). Sekitar Rp 750 juta pun dibelikan beberapa barang berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, dan baju Old Navy.

"Di samping itu, pada sekitar Mei 2020, Edhy juga diduga menerima sejumlah uang sebesar 100 ribu dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril. Selain itu, Safri dan Andreau pada sekitar Agustus 2020 juga telah menerima sejumlah uang dengan total sebesar Rp436 juta dari Ainul," ujar Karyoto.

Diketahui, Andreau dan Amiril tidak ikut terjaring dalam operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK pada Rabu (25/11) dini hari. Keduanya baru menyerahkan diri pada Kamis (26/11) siang dan langsung menjalani pemeriksaan. Saat ini keduanya sudah menjalani penahanan di Gedung Merah Putih KPK. 

KPK baru saja menetapkan tujuh tersangka setelah melakukan operasi tangkap tangan pada Rabu (25/11) dini hari. Setelah melakukan gelar perkara, KPK menyimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh Penyelenggara Negara terkait dengan perizinan tambak, usaha dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020. 

Keenam tersangka penerima disangkakan Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Sedangkan tersangka pemberi yakni Suharjito disangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement