Kamis 26 Nov 2020 07:15 WIB

'Pembukaan Sekolah Tatap Muka Harus Kesepakatan Bersama'

Pemerintah daerah memiliki hak untuk membuka sekolah mana yang diizinkan dibuka.

Rep:  Sapto Andika Candra/ Red: Agus Yulianto
 Seorang guru memberikan instruksi kepada siswa sambil mendengarkan protokol kesehatan pada sesi kelas di SD Nurul Amal di Tangerang Selatan, Indonesia, 23 November 2020. Pemerintah pusat memberikan kewenangan penuh kepada pemerintah daerah untuk membuka kembali sekolah dan melaksanakan tatap muka. menghadapi proses pembelajaran yang akan dimulai pada Januari 2021 di tengah pandemi virus corona.
Foto: EPA-EFE/ADI WEDA
Seorang guru memberikan instruksi kepada siswa sambil mendengarkan protokol kesehatan pada sesi kelas di SD Nurul Amal di Tangerang Selatan, Indonesia, 23 November 2020. Pemerintah pusat memberikan kewenangan penuh kepada pemerintah daerah untuk membuka kembali sekolah dan melaksanakan tatap muka. menghadapi proses pembelajaran yang akan dimulai pada Januari 2021 di tengah pandemi virus corona.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keputusan untuk membuka sekolah tatap muka harus mendapatkan keputusan bersama dari pemerintah daerah, kepala sekolah, dan komite sekolah. Hal ini pun diatur lebih rinci dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Pada Semester Genap Tahun Ajaran dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemi Covid-19. 

SKB ini ditandatangani Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri. "Komite Sekolah adalah perwakilan orang tua dalam sekolah. Jadinya kuncinya, ada di orang tua. Dimana kalau komite sekolah tidak membolehkan sekolah buka, sekolah itu tidak diperkenankan untuk buka," ujar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim dalam keterangan pers di Kantor Presiden, Rabu (25/11).

Nadiem menyebutkan, pemerintah daerah memiliki hak untuk membuka sekolah mana yang diizinkan untuk dibuka kembali. Alasan untuk dibukanya kembali sekolah tatap muka, menurut Nadiem, karena permintaan dari pemerintah daerah itu sendiri. 

Dia menambahkan, pemerintah daerah yang terdiri dari kecamatan hingga desa, bisa menilai sendiri mana daerah yang aman. Apalagi, sebagian masyarakat dirasa sulit untuk melakukan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Nadiem pun meminta orang tua agar tidak khawatir ketika sekolah tatap muka dibuka kembali. 

Jika orang tua merasa tidak nyaman, ujarnya, sekolah tidak bisa memaksa anaknya masuk ke sekolah. Siswa tersebut bisa melanjutkan belajar melalui PJJ. "Jadi, hybrid model ini akan terus berada. PJJ bukan berarti berakhir," kata Nadiem. 

Pembukaan sekolah tatap muka pun tak lantas membuat aktivitas belajar mengajar kembali normal sepenuhnya. Nadiem mengingatkan perlunya pengurangan kapasitas maksimal dalam satu kelas menjadi 50 persen dari angka normal. Pihak sekolah juga harus melakukan penjadwalan kegiatan belajar mengajar. 

"Sekolah harus melakukan dua shift minimal, agar bisa mematuhi aturan itu. Masker wajib dikenakan, tidak ada aktivitas selain sekolah, tidak ada kantin lagi, tidak ada ekskul (ekstrakurikuler) lagi, tidak ada olahraga lagi. Tidak ada aktivitas yang diluar lagi, siswa masuk kelas dan setelahnya langsung pulang," kata Nadiem. 

Nadiem juga meyakini pembukaan sekolah tatap muka butuh waktu yang tak singkat. Sekolah pun perlu memenuhi daftar periksa. Antara lain, ketersediaan sarana sanitasi dan kebersihan seperti toilet bersih dan layak, sarana cuci tangan pakai sabun pakai air mengalir atau hand sanitizer serta disinfektan. Sekolah juga harus mampu mengakses fasilitas pelayanan kesehatan, kesiapan menerapkan wajib masker, memilki alat pengukur suhu badan atau thermogun.

"Jadi daftar periksa itu sangat komprehensif. Dan Pemda akan menggunakan diskresinya, karena Pemda tahu mana daerah yang sebenarnya rawan dan mana yang lebih aman. Dan ketika ada yang terkena Covid-19, maka harus langsung ditutup sekolahnya," ujar Nadiem. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement