REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (25/11) malam menjelaskan kronologi tangkap tangan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Edhy bersama 16 orang lainnya diamankan terkait kasus dugaan suap terkait perizinan tambak, usaha dan/atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020.
"Dalam rangkaian kegiatan tangkap tangan ini, KPK telah mengamankan 17 orang pada Rabu (25/11) sekitar jam 00.30 WIB di beberapa tempat, yaitu Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, Tangerang Selatan, Depok, dan Bekasi," kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (25/11) malam.
Ke-17 orang itu, yakni Edhy Prabowo (EP), Iis Rosyati Dewi (IRW) selaku istri Edhy, Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Safri (SAF), Dirjen Tangkap Ikan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Zaini (ZN), ajudan Menteri Kelautan dan Perikanan Yudha (YD), Protokoler KKP Yeni (YN), Humas KKP Desri (DES), Dirjen Budi Daya KKP Selamet (SMT), Direktur PT DPP Suharjito (SJT), pengurus PT ACK Siswadi (SWD), pengendali PT PLI Dipo (DP).
Selanjutnya, pengendali PT ACK Deden Deni (DD), Nety (NT) istri dari Siswadi, staf Menteri Kelautan dan Perikanan Chusni Mubarok (CM), Ainul Faqih (AF) staf istri Menteri Kelautan dan Perikanan, staf Menteri Kelautan dan Perikanan Syaihul Anam (SA), dan staf PT Gardatama Security Mulyanto (MY).
KPK, lanjut Nawawi, menerima informasi adanya dugaan terjadinya penerimaan uang oleh penyelenggara negara.
"Selanjutnya pada 21 November 2020 sampai dengan 23 November 2020, KPK kembali menerima informasi adanya transaksi pada rekening bank yang diduga sebagai penampung dana dari beberapa pihak yang sedang dipergunakan bagi kepentingan penyelenggara negara untuk pembelian sejumlah barang mewah di luar wilayah Indonesia," ungkapnya.
Kemudian pada Selasa (24/11), ia menjelaskan tim KPK bergerak dan membagi menjadi beberapa tim di area Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, Tangerang Selatan, Depok, dan Bekasi untuk menindaklanjuti adanya informasi dimaksud. Di Bandara Soekarno-Hatta, KPK menangkap delapan orang, yakni Edhy Prabowo, Iis Rosyati Dewi, Safri, Zaini, Yudha, Yeni, Desri, dan Selamet.
Sedangkan di rumah masing-masing, KPK menangkap sembilan orang. Yaitu, Suharjito, Siswadi, Dipo, Deden Deni, Nety, Chusni Mubarok, Ainul Faqih, Syaihul Anam, dan Mulyanto.
"Para pihak tersebut selanjutnya diamankan dan dibawa ke Gedung Merah Putih KPK untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut," kata Nawawi.
Setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan dan sebelum batas waktu 24 jam sebagaimana diatur dalam KUHAP dilanjutkan dengan gelar perkara, KPK menyimpulkan adanya dugaan penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara terkait dengan tambak, usaha dan/atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020. KPK selanjutnya menetapkan tujuh orang sebagai tersangka.
Sebagai penerima, yakni Edhy Prabowo (EP), Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Safri (SAF), Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Andreu Pribadi Misata (APM), pengurus PT ACK Siswadi (SWD), staf istri Menteri Kelautan dan Perikanan Ainul Faqih (AF), dan Amiril Mukminin (AM). Nawawi mengatakan, mereka diduga telah menerima suap sebesar Rp 9,8 miliar.
Sedangkan sebagai pemberi, yaitu Direktur PT DPP Suharjito (SJT).
Nawawi mengatakan, para tersangka penerima disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara, tersangka pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.