Kamis 26 Nov 2020 01:10 WIB

Jumlah Pekerja Anak Meningkat, Paling Banyak Dilacurkan

Pandemi telah meningkatkan jumlah pekerja anak dan perluasan bentuk pekerjaan.

Kampanye anti kekerasan terhadap anak (Dok). Pandemi Covid-19 berdampak pada perekonomian keluarga. Hal itu berujung pada peningkatan praktik-praktik pekerja anak.
Foto: Antara/Maulana Surya
Kampanye anti kekerasan terhadap anak (Dok). Pandemi Covid-19 berdampak pada perekonomian keluarga. Hal itu berujung pada peningkatan praktik-praktik pekerja anak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Bidang Trafficking dan Eksploitasi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Solihah mengatakan, pandemi Covid-19 berdampak pada perekonomian keluarga. Hal itu berujung pada peningkatan praktik-praktik pekerja anak.

"Memasuki 2020, persoalan pekerja anak semakin kompleks manakala pandemi Covid-19 berdampak signifikan terhadap ekonomi dan sosial, terutama bagi mereka yang rentan secara ekonomi," kata Ai dalam jumpa pers secara virtual yang diliput dari Jakarta, Rabu.

Baca Juga

Temuan itu didapat dari hasil survei yang dilakukan KPAI bekerja sama dengan IOM, Sekretariat Jarak, dan para pegiat pencegahan tindak pidana perdagangan orang di 20 kota di sembilan provinsi pada September hingga Oktober 2020. Survei mengungkap, praktik-praktik pekerja anak terjadi sebagai dampak penurunan pendapatan keluarga akibat pandemi Covid-19.

Selama pandemi Covid-19 terjadi peningkatan jumlah dan perluasan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk bagi anak, terutama anak yang dilacurkan dan anak pemulung. Sebagian besar lingkungan kerja pekerja anak dapat merusak atau menghambat tumbuh kembang anak.

"Sejatinya anak tidak boleh bekerja, tidak boleh bertanggung jawab atas kebutuhan dan ekonomi keluarga. Situasi dan latar belakang mereka bekerja dan menjadi pekerja anak tidak lepas dari peran orang tua, keluarga, dan orang dewasa atau lingkungan yang melekat di sekitarnya," tuturnya.

Dalam survei tersebut terdapat lima sektor pekerja anak yang terobservasi, yaitu anak yang dilacurkan (31,6 persen), anak dipekerjakan di pertanian (21,1 persen), anak pemulung (15,8 persen), anak jalanan (15,8 persen), dan pekerja rumah tangga anak (15,8 persen).

Beberapa temuan alasan anak bekerja dalam survei tersebut antara lain karena orang tua berhenti bekerja sehingga ingin membantu penghasilan keluarga atau mencari tambahan penghasilan. Akan tetapi, ada juga orang tua yang memaksa anaknya bekerja untuk mempertahankan kehidupan keluarga.

Ai mengatakan, situasi buruk lain yang mengancam pekerja anak adalah kerentanan pada tindak pidana perdagangan orang sebagai dampak pandemi Covid-19 secara ekonomi dan sosial.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement