Rabu 25 Nov 2020 06:04 WIB

IDI: Libur Panjang Lebih Baik Ditiadakan

Satgas prediksi libur panjang akhir tahun picu kenaikan Covid-19 hingga 3 kali lipat

Pengunjung berfoto dengan cosplay tokoh kartun dan super hero, di Jalan Asia Afrika, kawasan Alun-alun, Kota Bandung, Ahad (1/11). Ramainya pengunjung di kawasan Alun-alun Kota Bandung, saat liburan ini memberi berkah tersendiri bagi para cosplayer. Meski demikian sangat disayangkan para pengunjung banyak yang abai protokol kesehatan.
Foto: Edi Yusuf/Republika
Pengunjung berfoto dengan cosplay tokoh kartun dan super hero, di Jalan Asia Afrika, kawasan Alun-alun, Kota Bandung, Ahad (1/11). Ramainya pengunjung di kawasan Alun-alun Kota Bandung, saat liburan ini memberi berkah tersendiri bagi para cosplayer. Meski demikian sangat disayangkan para pengunjung banyak yang abai protokol kesehatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Libur panjang beberapa kali selama masa pandemi terbukti meningkatkan kasus positif Covid-19 secara signifikan. Data dan fakta itu mendasari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tetap mengusulkan agar libur panjang akhir tahun ditiadakan untuk mencegah penularan Covid-19 yang lebih efektif.

"Memperpendek (libur) kan sifatnya hanya mengurangi, lebih baik meniadakannya," kata Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Slamet Budiarto saat dihubungi Republika, Selasa (24/11).

Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan jatah cuti bersama akhir tahun nanti dikurangi. Kendati demikian, belum dipastikan berapa jatah hari cuti bersama yang dikurangi. Presiden memerintahkan para pembantunya segera menggelar rapat koordinasi antarkementerian dan lembaga untuk membahasnya.

Jika pemerintah tidak mengambil keputusan meniadakan libur panjang, Budiarto mengusulkan agar ada pelarangan masyarakat keluar rumah. Terlebih, berlibur ke tempat lain atau di luar domisilinya. Dengan kata lain, masyarakat diminta beraktivitas di rumah selama libur panjang berlangsung.

Jika tetap memaksa diri untuk berlibur dan berkerumun meski singkat, Budiarto mengaku khawatir penularan Covid-19 bisa kembali naik. Sebab, dia menyebut, hal itu terbukti terjadi ketika kasus Covid-19 kembali naik seusai liburan periode 28 Oktober-1 November 2020.

Sehingga, IDI mengimbau masya rakat untuk bersabar, tidak keluar rumah sampai vaksin Covid-19 tersedia. "Kalau sudah ada vaksin, (kebijakan libur) bisa dilonggarkan," ujar dia.

Dalam beberapa hari terakhir, kasus positif harian menunjukkan tren peningkatan. Per Senin (24/11), kasus positif secara kumulatif telah mencapai 500 ribu kasus. Beberapa daerah bahkan melaporkan terjadinya kenaikan tingkat keterisian rumah sakit rujukan Covid-19. Tren ini terjadi persis sejak dua pekan libur panjang pada akhir Oktober hingga awal November lalu.

"Saya analisis setiap sehabis libur panjang kemarin, apalagi sehabis demonstrasi, kemudian kerumunan-kerumunan lain, termasuk pernikahan, menambah kasus sehingga tembus 500 ribuan (kasus)," kata Budiarto.

Dia menambahkan, meski memakai masker wajah, masyarakat yang tetap berkumpul masih bisa tertular virus karena masker tidak 100 persen melindungi. Efektivitas masker bedah hanya 80-90 persen, sementara masker kain hanya 50-60 persen. "Artinya, masker tidak sangat efektif ketika berkerumun," ujar dia.

Pemerintah saat ini masih melakukan kajian terhadap periode masa libur panjang akhir tahun nanti. Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, berdasarkan analisis yang dilakukan, setiap libur panjang pada masa pandemi selalu memakan korban alias menambah kasus positif signifikan.

Kajian dan evaluasi yang dilakukan pemerintah ini berdasarkan tiga periode masa libur panjang sebelumnya. Yakni libur panjang Idul Fitri pada Mei, libur panjang HUT RI, serta libur panjang pada akhir bulan lalu.

"Perlu diingat, masa libur panjang akhir 2020 memiliki durasi yang lebih panjang dan dikhawatirkan menjadi manifestasi perkembangan kasus menjadi dua, bahkan tiga kali lipat dari masa libur panjang sebelumnya," kata Wiku.

Kenaikan kasus positif pada masa libur panjang disebabkan kurang disiplinnya masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan, terutama menjaga jarak dan kerumunan. "Untuk mengantisipasi ini, saya selalu menekankan pentingnya disiplin terhadap protokol kesehatan serta selalu menghindari kerumunan dalam setiap kegiatan," ujar dia.

Plt Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Muhammad Budi Hidayat mengatakan, pemangkasan waktu libur akhir tahun dimaksudkan untuk mencegah terjadinya perkumpulan. "Libur dipersingkat mengurangi kerumunan. Kontak berkurang," ujar dia.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengimbau masyarakat DKI Jakarta agar memanfaatkan libur panjang akhir tahun dengan tetap berada di rumah masing-masing dan tidak bepergian keluar kota. Sebab, libur panjang dapat memberikan dampak pada kenaikan kasus positif Covid-19 di DKI Jakarta.

Dia mencontohkan, seusai libur panjang pada akhir Oktober 2020 lalu muncul klaster Covid-19 di perumahan dan perkantoran. Akibatnya, jumlah kasus positif Covid-19 di Ibu Kota sempat melonjak. Tertinggi klaster perumahan, kemudian diikuti perkantoran. "Ini efek libur panjang," ujar Ariza. (rr laeny sulistyawati, dessy suciati saputri, flori sidebang, ed: mas alamil huda)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement