REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar vaksinasi dr Jane Soepardi MPH mengatakan, saat ini Indonesia masih tertinggal jauh jika dibandingkan negara-negara berkembang lainnya soal perkembangan vaksin. Hal itu ia sampaikan saat diskusi daring dengan tema "Tata Laksana Vaksinasi di Indonesia" yang dipantau di Jakarta, Senin.
Jane mengungkapkan, sudah ada tiga vaksin yang muncul di Indonesia sejak 10 tahun terakhir. Vaksinnya ialah pneumococcal conjugate vaccine (PCV) untuk pneumonia, human papillomavirus (HPV) untuk vaksinasi kanker serviks, dan vaksin rotavirus untuk diare.
Padahal, negara-negara berkembang lainnya sudah jauh lebih dulu mengintroduksi ketiga vaksin tersebut. Sementara itu, di Tanah Air, vaksin PCV dan HPV baru beberapa provinsi saja yang mendapatkannya.
"Jadi bertahap, karena vaksinnya impor. Rotavirus itu akan diproduksi oleh pabrik vaksin kita sendiri, yaitu Bio Farma," kata Jane yang terlibat dalam 20 kali Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio dan kejadian luar biasa polio di Afrika Barat.
Jane berharap pada 2022 Indonesia sudah bisa memproduksi secara mandiri vaksin rotavirus sehingga anak-anak di Tanah Air diimunisasi massal guna mencegah diare.
Jane mengatakan, sebelum melaksanakan kampanye vaksin secara nasional, maka terlebih dahulu yang harus dilaksanakan ialah menyiapkan vaksin itu sendiri. Lebih jauh dari itu, jika vaksin sudah tersedia maka vaksin yang digunakan pun harus sudah terdaftar di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Senada dengan itu, Duta Adaptasi Kebiasaan Baru sekaligus juru bicara Satgas Penanganan Covid-19 dr Reisa Broto Asmoro mengatakan pemerintah masih terus berusaha mencari, mengembangkan dan mengadakan vaksin yang aman bagi masyarakat. Upaya mandiri, kerja sama bilateral hingga kolaborasi global terus dilakukan untuk mendapatkan vaksin yang terdaftar di badan kesehatan dunia atau WHO serta harus disetujui Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).