Senin 23 Nov 2020 17:20 WIB

Ini yang Terjadi Jika Komodo Terlalu Banya Berinteraksi

Komodo cenderung bergerak lebih aktif dibandingkan waktu-waktu yang lalu.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Andi Nur Aminah
Pengunjung mengamati petugas saat memberi makan komodo dragon (Varanus komodoensis)
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pengunjung mengamati petugas saat memberi makan komodo dragon (Varanus komodoensis)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahli Herpetofauna Institut Pembangunan Bogor (IPB) Mirza Kusrini memaparkan salah satu hasil penelitian mahasiswanya pada Juni 2020 dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi IV DPR. Dalam peneiltian tersebut diketahui bahwa terjadi perubahan perilaku Komodo di masa pemberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dibanding tahun 2019.

"Komodo yang ada di Loh Buaya cenderung bergerak lebih aktif dibandingkan ketika 2019. Ketika 2019 mereka lebih banyak yang memang tinggal di sekitar Loh Buaya itu disitu-situ saja," kata Mirza, Senin (23/11).

Baca Juga

Minimnya pengunjung di bulan Juni membuat Komodo lebih aktif berjalan-jalan ke tempat lain ketimbang hanya di sekitaran Loh Buaya. Menurut Mirza kembalinya satwa liar ke alam liar merupakan hal yang baik. Justru ia menganggap berbahaya ketika Komodo terlalu sering berinteraksi dengan manusia.

"Jadi tidak boleh terlalu dekat dengan manusia. Karena itu pembangunan wisatanya itu ya kami menyarankan memang seperti yang sudah dibangun buat kami ini cukup baik karena mengurangi intensitas untuk ketemu langsung," ujarnya.

Wakil Ketua Komisi IV DPR Dedi Mulyadi mengatakan bahwa hal tersebut akan menjadi salah satu bahan rekomendasi untuk disampaikan ke pemerintah. "Nanti jadi rekomendasi kita. Yang saya khawatir dibangunnya sangat hebat maka jumlah orang akan semakin tinggi. Kalau jumlah orang semakin tinggi masihkah dia berahi atau tidak?" ungkapnya. 

Sebelumnya Kepala Balai Taman Nasional Komodo, Lukita Awang Nistyantara, mengatakan tidak ada proyek pembangunan Jurassic Park di Pulau Rinca, Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT). Menurut dia, kegiatan pembangunan yang tengah dilakukan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat saat ini di Loh Buaya adalah penataan sarana dan prasarana wisata alam di Pulau itu. Kegiatan penataan sarana dan prasarana (Sarpras) wisata alam inipun hanya di lembah Loh Buaya dengan memanfaatkan kawasan seluas 1,3 hektare dari luas areal Pulau Rinca seluas 20 ribu hektare.

"Tidak ada pembangunan Jurassic Park di Pulau Rinca. Kalau ada pembangunan, jangankan masyarakat, saya orang pertama yang akan menentang," kata Lukita beberapa waktu lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement