Kamis 19 Nov 2020 17:13 WIB

ICW: Staf Khusus KPK Pemborosan Anggaran

Penambahan struktur organisasi dikhawatirkan memberikan citra negatif bagi KPK.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Agus Yulianto
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana
Foto: Republika TV/Muhammad Rizki Triyana
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik keberadaan staf khusus dalam struktur organisasi baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). ICW menilai, keberadaan posisi tersebut merupakan pemborosan anggaran semata.

"Sebab jika dilihat dalam pasal 75 ayat 2 PerKom nomor 7 tahun 2020, segala keahlian yang mesti dimiliki oleh staf khusus pada dasarnya sudah ada di setiap bidang kerja KPK," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana saat dikonfirmasi, Kamis (19/11).

Dia mengatakan, ICW lantas mempertanyakan urgensi dari keberadaan staf khusus dalam kelembagaan KPK. Berdasarkan peraturan komisi (perkom) nomor 7 tahun 2020, staf khusus berada di bawah Ketua KPK Firli Bahuri dan sejajar dengan sekretariat jendral.

Menurut ICW, problematika KPK saat ini bukan pada kebutuhan staf khusus. Kurnia menegaskan, masalah KPK sekarang adalah perbaikan di level pimpinan karena seringkali kebijakan yang dihasilkan bernuansa subjektif tanpa diikuti dengan rasionalitas jelas.

"Jadi sekalipun ada staf khusus, akan tetapi tindakan maupun pernyataan pimpinan masih seperti saat ini maka tidak ada gunanya juga," katanya.

ICW mendesak, agar Dewan Pengawas (Dewas) KPK segera bertindak dengan memanggil pimpinan lembaga antirasuah tersebut. Dia mengatakan, hal itu untuk memberikan klarifikasi atas keluarnya PerKom nomor 7 tahun 2020 yang benar-benar melenceng jauh dari penguatan KPK.

Dalam perkom nomor 7 tahun 2020, KPK menambah 19 bidang mulai dari kedeputian, direktorat atau jabatan baru yang tidak dimiliki dalam struktur yang tercatat dalam Perkom nomor 03 Tahun 2018. Lembaga antirasuah itu juga mencoret tiga bidang atau jabatan dalam struktur baru KPK.

Kendati, ICW mengatakan kalau keberadaan perkom tersebut dinilai bertentangan dengan UU KPK bahkan di UU hasil revisi. Kurnia mengatkaan, Pasal 26 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK tidak direvisi dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019.

"Artinya bidang-bidang yang ada di lembaga anti rasuah itu masih seperti sedia kala," katanya.

Mantan juru bicara KPK Febri Diansyah menilai, penambahan struktur organisasi dikhawatirkan memberikan citra negatif bagi KPK. Menurutnya, langkah tersebut juga berpotensi membebani keuangan negara, terlebih dengan adanya wacana mobil dinas KPK.

"Jika banyak sekali jabatan yang ditambah, kita khawatir nanti akan ada yang bilang, KPK semakin membebani keuangan negara karena perlu gaji, tunjangan dengan nilai yang tidak sedikit," katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement