Senin 16 Nov 2020 12:52 WIB

IDI Saran Libur dan Cuti Bersama Akhir Tahun Ditiadakan

IDI menilai kondisi saat ini masih berisiko terjadinya penularan Covid-19.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Andri Saubani
Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) - Daeng M. Faqih
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) - Daeng M. Faqih

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 mengaku tengah mengevaluasi tren kasus virus corona SARS-CoV2 (Covid-19) sebelum menentukan libur dan cuti selanjutnya. Kendati demikian, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengusulkan sebaiknya libur dan cuti bersama berikutnya termasuk akhir tahun ditiadakan sementara.

"Pemerintah bisa melihat positif dan negatifnya, kalau IDI sebagai profesi mengusulkan atau menyarankan mengkaji ulang kebijakan cuti bersama," ujar Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Daeng M Faqih saat dihubungi Republika, Senin (16/11).

Baca Juga

IDI menilai kondisi saat ini masih berisiko, orang-orang ketika pergi berlibur pasti terdorong untuk berkerumun dan menyebabkan penularan virus. Sehingga, pihaknya menyarankan pemerintah tidak memberlakukan libur dan cuti bersama berikutnya.

Terkait kemungkinan pemerintah menggilir libur atau dibuat bergantian, Daeng meminta pemerintah benar-benar menggunakan data riil dan dipelajari berdasarkan keilmuan yang kemudian menjadi dasar mengambil keputusan. Kendati demikian, IDI menyarankan pemerintah untuk hati-hati karena momen satu ke lainnya bisa berbeda perilakunya.

"Jadi kalau data menunjukkan tidak terlalu signifikan, IDI menyarankan sebaiknya tidak ada cuti bersama," katanya.

Sebelumnya, Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Letjen Doni Monardo mengaku tengah mengikuti perkembangan kasus penambahan infeksi virus ini hingga sepekan mendatang. Pihaknya ingin memastikan masyarakat benar-benar menerapkan liburan aman dan nyaman tanpa kerumunan. Kemudian dampaknya pada penambahan kasus Covid-19.

"Kalau bisa dikendalikan dengan baik, maka kami memberi masukan bisa diberi libur panjang selanjutnya. Namun, kalau masih terjadi peningkatan kasus, maka liburan berikutnya diperpendek atau ditiadakan sama sekali," ujarnya saat mengisi konferensi virtual BNPB bertema Perkembangan Penanganan Covid-19 dan Kepatuhan Protokol Kesehatan, Ahad (15/11) petang. 

Sebelumnya, Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito memandang, lonjakan kasus yang terjadi pada Jumat (13/11) pekan lalu sebesar 5.444 kasus baru per hari bisa disebabkan dua hal. Yakni, peningkatan laju infeksi atau peningkatan kapasitas testing di daerah.

Peningkatan laju infeksi, Wiku menjelaskan, bisa disebabkan berbagai faktor. Salah satunya adalah momentum yang memicu kerumunan.

Pemerintah mencatat, ada dua fenomena yang berhasil menarik banyak massa belum lama ini, yakni gelombang unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja yang sempat terjadi pada Oktober lalu dan momentum libur panjang pada akhir Oktober. Libur panjang juga meningkatkan mobilitas penduduk dari ibu kota ke daerah.

"Jika memang angka ini disebabkan oleh laju infeksi, baik karena beberapa momentum seperti terjadinya demonstrasi maupun libur panjang maka hal ini perlu dijadikan bahan evaluasi bagi pemerintah untuk meningkatkan upaya antisipasi kenaikan kasus ke depan," kata Wiku.

photo
Lonjakan Kasus dari Libur Panjang - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement