Ahad 15 Nov 2020 17:27 WIB

Harapan Korpri soal Netralitas ASN di Pilkada

Korpri berharap semua pihak memahami konfigurasi politik daerah secara utuh.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Ratna Puspita
Ilustrasi Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN). Korpri mengatakan ada beberapa kondisi membuat ASN tidak bisa menghindar dari konfigurasi politik lokal karena pasangan calon berasal dari pejawat maupun atasan ASN tersebut.
Foto: Republika/Mardiah
Ilustrasi Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN). Korpri mengatakan ada beberapa kondisi membuat ASN tidak bisa menghindar dari konfigurasi politik lokal karena pasangan calon berasal dari pejawat maupun atasan ASN tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Dewan Pengurus Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) Zudan Arif Fakrulloh berharap aparatur sipil negara (ASN) tidak dibawa-bawa dalam politik praktis di Pilkada. Zudan mengatakan ada beberapa kondisi membuat ASN tidak bisa menghindar dari konfigurasi politik lokal karena pasangan calon berasal dari pejawat maupun atasan ASN tersebut.

Karena itu, ia meminta agar pasangan calon kepala daerah agar lebih arif tidak melibatkan ASN dalam kegiatan di Pilkada. "Agar ASN tidak terbawa bawa dalam suasana politik praktis, sulit karena incumbent masih banyak yang masih maju, apalagi incumbent selesai cuti masih sampai 5-6 Desember, bagaimana kalau kepala daerah nanti pada turun lalu ASN diajak, lakukan bagi bagi program," ujar Zudan saat dihubungi, Ahad (15/11).

Baca Juga

Selain pejawat, ASN kata Zudan, juga bisa dilibatkan dalam kegiatan kepala daerah yang juga seorang juru kampanye pasangan calon maupun pasangan tertentu. Meskipun kampanye dilakukan bukan di hari kerja, pemberian bantuan yang melibatkan kepala daerah aktif pasti dilakukan ASN di hari kerja.

"Misalnya Bu Risma kampanye, kan minggu boleh ya lalu Senin mengajak para ASN, kepala dinas mendatangi daerah yang abis dia kampanye, bawa program bawa bantuan bawa kayak tempat tong sampah, bibit," ujarnya.

"Saya berada dalam posisi mengajak semua pihak memahami betul konfigurasi politik daerah, politik lokal secara utuh. Jangan sedikit dikit menyalahkan teman-teman ASN di daerah. Pahami betul kondisi ada di daerah, beri solusi, beri cara, beri pembinaan agar terhindar dari praktik dalam politik praktis di tingkat lokal," ungkapnya.

Zudan menyampaikan demikian lantaran tidak sedikit ASN yang dijatuhi sanksi karena melanggar netralitas dalam tahapan Pilkada 2020. Zudan menegaskan, ASN harus taat azas dan bagi pelanggar harus diberikan sanksi. 

Namun, ia berharap dalam proses penjatuhan sanksi harus sesuai dengan ketentuan. "Kalau dia diberi sanksi karena kesalahannya, itu benar, tapi jangan mendapat sanksi yang bukan karena keputusan yang sudah ditetapkan, nggak ditransfer gajinya, karena sanksi itu kan misalkan ya teguran tertulis, penundaan kenaikan pangkat, atau turun dari jabatan," kata dia.

Berdasarkan data pelanggaran netralitas ASN Pilkada 2020 per 5 November 2020, sejumlah 362 ASN yang melanggar itu sudah ditindaklanjuti oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dengan penjatuhan sanksi. Selain 362 ASN itu, ada sejumlah 827 ASN telah dilaporkan melakukan pelanggaran netralitas. 

Sebanyak 606 ASN yang melanggar, telah mendapat rekomendasi dari KASN. Sementara 72 ASN lainnya belum ditindaklanjuti oleh PPK dengan penjatuhan sanksi dan data kepegawaian diblokir.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement