REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat diimbau tetap menggunakan masker kain untuk mengurangi sampah masker sekali pakai. Peneliti di Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Muhammad Reza Cordova, menuturkan, sampah masker sekali pakai berpotensi terus meningkat di tengah pandemi Covid-19.
Ia mengatakan, sampai saat ini, ada 16 persen sampah medis yang salah satunya sampah masker sekali pakai yang ada di sungai. Memang masker tersebut keefektifannya hingga 90 persen untuk terhindar dari virus.
Namun, dampaknya juga harus dipikirkan. "Kalau pandemi selesai, laut dan sungai isinya sampah masker. Maka, saya sarankan tetap memakai masker kain. Hal ini harus diinformasikan kepada masyarakat melalui pemerintah," ujar Reza saat di hubungi Republika, Jumat (13/11).
Ia menambahkan, tidak semua rumah sakit daerah memiliki alat incinerator untuk membakar limbah medis. Menurut dia, ini persoalan yang belum ada solusinya dari pemerintah.
Pembangunan alat tersebut butuh waktu beberapa bulan. Reza menjelaskan, memang penggunaan masker kain hanya efektif 70 persen untuk mengadang virus. Namun, untuk dampak lingkungan sangat membantu.
Ia mencontohkan, hal ini sama dengan pengurangan pemakaian kantong plastik. Saat ini pemakaiannya dikurangi dan masyarakat harus membawa tas belanja sendiri. Begitu juga masker sekali pakai itu terbuat dari plastik. Karena itu, masyarakat harus menggunakan masker kain.
Pemerintah harus terus mengedukasi masyarakat tentang dampak jika memakai masker sekali pakai nanti lingkungan akan seperti apa. Sehingga masyarakat mengerti dan memiliki pola pikir. "Kalau tidak ada edukasi, masyarakat akan memilih masker yang gampang dipakai dan dibuang tanpa memikirkan dampak jangka panjangnya," kata dia.
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah Limbah dan B3 (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati juga mengimbau masyarakat menggunakan masker kain untuk mengurangi timbunan sampah masker sekali pakai.
"Di minta kepada masyarakat yang sehat untuk menggunakan masker kain atau yang dapat dipakai ulang. Hal ini untuk mengurangi timbunan sampah," katanya saat dihubungi Republika, Jumat (13/11).
Kemudian, ia melanjutkan seperti dalam Surat Edaran (SE)Men teri Lingkungan Hidup dan Ke hutanan (LHK) Nomor SE.02/PSLB3/PLB.3/3/2020 tentang Pengelolaan Limbah Infeksius (Limbah B3 dan Sampah Rumah Tangga dari Penanganan Corona Virus Disease (Covid-19) telah meminta pada pemerintah daerah (pemda) untuk menyediakan fasilitas pengepulan dan harus dikelola sistem pengelolaan sampah. Pemda DKI Jakarta sudah melakukan hal tersebut.
Dalam SE tersebut limbah medis dibakar di incinerator dengan suhu 800 derajat Celsius. Dengan SE tersebut, diberikan relaksasi untuk bisa dimusnahkan di incinerator yang belum berizin, tapi hanya untuk limbah infeksius Covid-19 dan sesuai spesifikasi.
"Selain itu, bisa diserahkan pada jasa pengolahan limbah B3 jika tidak punya incinerator. Ini berlaku hanya pada masa pandemi ini," kata dia.
Sebelumnya, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi DKI Jakarta mencatat limbah masker rumah tangga selama pandemi Covid-19 lebih mencapai 859,71 kilogram (kg). Penggunaan masker sekali pakai diketahui meningkat sejak virus korona menyebar di Ibu Kota sejak delapan bulan lalu.
"Selama masa pandemi ini telah berhasil dikumpulkan masker bekas dari rumah tangga sebanyak 859,71 kg," kata Kepala Dinas LH DKI Jakarta, Andono Warih. (haura hafizhah, ed:agus raharjo)