Kamis 12 Nov 2020 17:35 WIB

Malioboro Dibenahi demi Status World Heritage Unesco

Kawasan Malioboro tengah diajukan ke Unesco untuk mendapat status World Heritage.

Kondisi kawasan Malioboro lengang saat ujicoba rekayasa lalu-lintas dalam rangka penataan jalur pedestrian Malioboro, Yogyakarta, Selasa (3/11). Ujicoba ini dilaksanakan selama dua minggu dari pukul 06.00 WIB hingga 22.00 WIB. Selama ujicoba kendaraan yang diperbolehkan melintas hanya Transjogja, kendaraan darurat, kendaraan tidak bermotor, dan petugas yang berwenang.
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Kondisi kawasan Malioboro lengang saat ujicoba rekayasa lalu-lintas dalam rangka penataan jalur pedestrian Malioboro, Yogyakarta, Selasa (3/11). Ujicoba ini dilaksanakan selama dua minggu dari pukul 06.00 WIB hingga 22.00 WIB. Selama ujicoba kendaraan yang diperbolehkan melintas hanya Transjogja, kendaraan darurat, kendaraan tidak bermotor, dan petugas yang berwenang.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Wahyu Suryana, Silvy Dian Setiawan

Kawasan tujuan utama wisata di Kota Yogyakarta, Malioboro, akhirnya ditetapkan sebagai kawasan tanpa rokok sebagai upaya untuk meningkatkan kenyamanan dan keamanan wisatawan saat berkunjung dan menikmati suasana khas yang ditawarkan Malioboro. Sebelumnya,

Baca Juga

“Sebenarnya upaya untuk menjadikan Malioboro sebagai kawasan tanpa rokok (KTR) sudah cukup lama. Pada akhir Maret seharusnya sudah bisa dideklarasikan, tetapi karena terjadi pandemi, mundur menjadi saat ini,” kata Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi di sela deklarasi penetapan KTR di Yogyakarta, Kamis (12/11).

Penetapan Malioboro sebagai kawasan tanpa rokok tersebut sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Namun menurut Heroe, bukan berarti wisatawan atau masyarakat tidak diperbolehkan merokok di kawasan Malioboro, melainkan diwajibkan merokok di tempat-tempat yang sudah disiapkan.

Di sepanjang Malioboro dari ujung utara hingga selatan, terdapat empat tempat khusus merokok yang sudah disiapkan, yaitu di TKP Abu Bakar Ali, halaman Malioboro Mall, Ramayana sisi utara dan di lantai tiga Pasar Beringharjo. Heroe menyebut penetapan Malioboro sebagai kawasan tanpa rokok harus disertai dengan sosialisasi kepada seluruh komunitas, masyarakat hingga wisatawan.

Selanjutnya dilakukan evaluasi sekaligus penyempurnaan sarana dan prasarana pendukung. Sehingga, pelaksanaan kawasan tanpa rokok bisa berjalan dengan lebih baik.

“Baru kemudian dilakukan penegakan hukum sesuai dengan aturan yang berlaku, sehingga Malioboro benar-benar menjadi kawasan tanpa rokok,” katanya.

Heroe berharap penerapan kawasan tanpa rokok di Malioboro dapat dijadikan sebagai referensi bagi tempat wisata lain dalam menerapkan kawasan tanpa rokok meskipun sudah ada beberapa objek wisata yang melarang secara tegas agar pengunjung tidak merokok.

“Misalnya di Taman Pintar dan sejumlah museum juga melarang pengunjung merokok,” katanya.

Selain menetapkan Malioboro sebagai kawasan tanpa rokok, Pemda DIY dan Pemkot Yogyakarta juga tengah melakukan uji coba rekayasa lalu lintas dalam rangka mewujudkan Malioboro sebagai kawasan pedestrian. Uji ini diberlakukan sekitar dua pekan mulai 3-15 November 2020.

Plt. Kepala Dinas Perhubungan DIY, Ni Made Dwi Panti Indrayanti mengatakan, kondisi Malioboro saat ini padat, macet, sehingga perlu adanya penanganan rekayasa dan manajemen lalu-lintas. Tujuannya agar benar-benar bisa mendukung fungsi-fungsi yang diharapkan demi menuju penetapan status World Heritage oleh Unesco.

"Jadi, kami harapkan dukungan semua masyarakat DIY terhadap uji coba ini," kata Made, Sabtu (31/10)

Pemberlakukan rekayasa lalu lintas dilakukan dengan skema berlawanan arah jarum jam (giratori). Jadi, berlaku satu arah sekitar Malioboro yaitu Mayor Suryotomo, Jalan Mataram, Jalan Abu Bakar Ali, Jalan Pembela Tanah Air, dan Jalan Letjen Suprapto.

"Untuk Jalan Malioboro, kami hanya memperkenankan kendaraan tidak bermotor yang boleh melintas kecuali bus Trans Jogja, kendaraan kepolisian, kendaraan layanan kesehatan, pemadam kebakaran dan kendaraan patroli," ujar Made.

Ia berharap, rekayasa ini mendukung penataan secara tertib transportasi yang jadi bagian rekomendasi tim kebudayaan mendukung kawasan filosofis tersebut. Made juga berharap, masyarakat nanti dapat merasakan manfaat dari rekayasa lalu lintas ini.

Khususnya, yang melintasi Jalan Malioboro mengingat memang sudah tidak terganggu lagi dengan adanya kebisingan kendaraan bermotor. Sehingga, bisa berjalan-jalan dengan tenang di Malioboro, menikmati aktivitas perekonomian yang ada di sana.

"Untuk pejalan kaki, kami juga membagi alurnya. Untuk yang ke arah selatan ada di sisi timur, sedangkan untuk yang ke arah utara ada di sisi barat," kata Made.

Soal ketersediaan kantong parkir, Made menekankan, memang dibutuhkan ruang parkir karena berapapun ruang yang disediakan sepertinya tidak bisa penuhi kebutuhan. Walaupun, sudah ada di Abu Bakar Ali, Ngabean, Pasar Sore dan Ramai Mal.

Untuk itu, diharapkan pula pemanfaatan angkutan umum, tidak hanya untuk warga Yogyakarta tapi untuk wisatawan. Sebab, tidak bisa dibatasi satu keluarga hanya satu kendaraan, yang bisa dilakukan tidak lain mengatur arus perjalanan mereka.

Made berharap, uji coba ini jadi yang terakhir sebelum Malioboro akhirnya jadi kawasan pedestrian murni. Karenanya, selama diberlakukan uji coba rekayasa ini akan terus dilakukan monitoring dan evaluasi.

Meminta dukungan masyarakat, Made mengakui memang tidak bisa semua pro dan pasti ada yang kontra karena mungkin ada kepentingan-kepentingan yang terganggu dengan adanya program ini. Meski begitu, ia meyakini, semua akan ada jalan ke luarnya.

"Kita harus mendukung kondisi kota kita itu nyaman aman, apalagi mengingat Malioboro berada di sumbu filosofis yang menjadi bagian dari kawasan World Heritage," kata Made.

 
photo
Pengunjung memadati jalur pedestrian di kawasan wisata Malioboro, Yogyakarta, Jumat (30/10) malam. Libur panjang kunjungan wisatawan ke Malioboro melonjak. Malioboro masih menjadi destinasi utama wisatawan untuk berbelanja oleh-oleh. - (Wihdan Hidayat / Republika)

Sebelumnya, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X juga menginginkan kawasan Malioboro sebagai kawasan pedestrian. Sri Sultan merespons uji coba Malioboro bebas kendaraan bermotor yang dimulai Selasa (3/11).

"Kalau mau saya masuk Malioboro dan lingkungannya itu ya jalan," kata Sultan di Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Selasa (3/11).

Sultan menyebut, ketersediaan kantong parkir memang masih menjadi perhatian. Sebab, ada kesulitan dalam mencari lahan parkir di sekitar kawasan Malioboro.

Walaupun sudah ada di Abu Bakar Ali, Ngabean, Pasar Sore dan Ramai Mal. Namun, kantong parkir dirasa masih belum mencukupi, terutama bagi bus dan kendaraan roda empat.

Melalui uji coba ini, diharapkan permasalahan tersebut diselesaikan. Selain itu, wisatawan, masyarakat dan pelaku usaha dan jasa di kawasan Malioboro juga diharapkan secepatnya beradaptasi dengan kebijakan ini.

"Harapan saya, (dengan adanya uji coba ini) akhirnya ada kepastian bagaimana dengan keterbatasan untuk tempat parkir (dapat teratasi). Sehingga, mereka juga bisa diatur sedemikian rupa karena tidak mudah untuk cari ruang yang kosong di sekitar itu," ujarnya.

Namun, uji coba Malioboro bebas kendaraan bermotor dinilai berdampak, terutama pada terhadap pedagang kaki lima (PKL). Salah satu PKL di Malioboro, Sudarso (49 tahun) mengatakan tidak setuju dengan kebijakan tersebut.

Menurutnya, Malioboro bebas kendaraan selama dua pekan membuat wisatawan semakin sedikit datang ke Malioboro. Sedikitnya pengunjung tentu berdampak kepada penjualannya. Sebab, uji coba Malioboro bebas kendaraan ini sebelumnya hanya dilakukan tiap Selasa Wage.

"Saya tidak setuju karena saya kerepotan juga. Kalau tidak berdampak kepada pedagang, saya tidak masalah (dengan uji coba yang dilakukan). Namanya pedagang ya berpengaruh, kalau tamu tidak ada jadi sepi (penjualan)," katanya kepada Republika saat ditemui di Malioboro, Selasa (3/11).

Sementara itu, seorang pengemudi becak motor, Supri (60 tahun), tidak mempermasalahkan uji coba ini. Becak dan andong sendiri masih diperbolehkan masuk dalam kawasan Malioboro.

Ia setuju dengan kebijakan bebas kendaraan bermotor, asalkan masih diperbolehkan untuk mangkal di Malioboro. Sebab, pusat kedatangan terbesar wisatawan di Kota Yogyakarta ada di Malioboro.

"Yang penting masih bisa di Malioboro narik tidak masalah. Soalnya kita mencari makan di Malioboro. Kalau tidak diperbolehkan, ya bagaimana, rumahnya di sini, wisatawan di sini, mangkalnya di sini," kata Supri.

Supri sendiri sudah lebih dari 30 tahun menarik becak di kawasan Malioboro. Pendapatannya pun tidak seberapa.

Di luar hari libur, per hari ia hanya mendapat penghasilan sekitar Rp 50 per hari. Di hari libur, ia bisa mendapatkan paling besar Rp 100 ribu per hari.

Menurut Supri, di luar hari libur kedatangan wisatawan memang sedikit. Bahkan, jumlah wisatawan lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah pengemudi becak.

Untuk itu, ia berharap dijadikannya Malioboro sebagai kawasan bebas kendaraan bermotor tidak berdampak kepada penghasilannya. "Tiap hari narik di Malioboro, kadang-kadang tidak dapat penumpang. Total becak di Malioboro ada 200 lebih, dibanding wisatawan kalau hari biasa seperti ini lebih banyak tukang becak banyak dari pengunjung," jelasnya.

In Picture: Uji Coba Rekayasa Lalu Lintas di Kawasan Malioboro

photo
Rambu tanda larangan masuk dipasang saat ujicoba rekayasa lalu-lintas dalam rangka penataan jalur pedestrian Malioboro, Yogyakarta, Selasa (3/11). Ujicoba ini dilaksanakan selama dua minggu dari pukul 06.00 WIB hingga 22.00 WIB. Selama ujicoba kendaraan yang diperbolehkan melintas hanya Transjogja, kendaraan darurat, kendaraan tidak bermotor, dan petugas yang berwenang. - (Wihdan Hidayat / Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement