REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pekerja migran Indonesia (PMI) menjadi salah satu pemberi devisa bagi negara. Namun, masih banyak pekerja yang mengalami kerugian akibat ulah sindikat PMI ilegal.
Kepala BP2MI, Benny Rhamdani menyebut, telah melakukan berbagai upaya seperti penggerebekan, penindaklanjutan pelaporan hingga penangkapan bersama pihak kepolisian. Namun, itu tidak cukup dalam memberantas sindikat PMI ilegal.
"Perlu adanya sosialisasi, edukasi dan informasi yang perlu dilakukan," kata Benny di UPT BP2MI Wilayah Bandung Jawa Barat, Jalan Soekarno Hatta, Kota Bandung, Rabu (11/11).
Benny mencontohkan, bagaimana saat ini BP2MI melakukan roadshow menyambangi 23 provinsi di Indonesia sebagai provinsi dengan kantong penempatan PMI. Dengan lima provinsi terbesar adalah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, NTB dan NTT.
"Kita akan melakukan pertemuan dengan Bupati dan Walikota yang tentu diteruskan lagi pada para camat, perangkat desa dan stakeholder yang terlibat. Penyelesaian PMI ilegal ini harus dari hulu ke hilir," kata Benny.
Benny menyebutkan masyarakat yang kurang mendapat sosialisasi dan informasi tentu rentan menjadi mangsa. Apalagi, sindikat kerap menggunakan oknum aparat atau pemimpin dalam menjerat calon PMI ilegal.
"Mangsa ini kan masyarakat, sehingga dari sindikat bisa menggunakan warga setempat, keluarga dekat bahkan pimpinan desa untuk membangun kepercayaan pada para korban," kata Benny.
Calon korban diiming-imingi gaji besar dan keberangkatan dalam waktu singkat. Tak jarang, ada tawaran untuk dipinjamkan uang untuk keluarga yang ditinggalkan, padahal itu bisa menjerat korban.
"Belum lagi setelah sada tidak menerima gaji, dia coba kabur, tahunya dokumen dia ditahan oleh majikannya. Ini secara tidak sadar dia sudah masuk penjara," kata Benny.
Korban kemudian ditahan karena majikan turut membuat laporan hukum. Benny menyebut di beberapa negara di Timur Tengah seringkali ada PMI ilegal yang tertahan bahkan hingga bertahun-tahun.
"Mereka menantikan proses hukum selesai dan semakin sulit untuk pulang. Itu bukan hanya satu dua tahun, bahkan ada yang sampai 10 tahun," katanya.