Kamis 05 Nov 2020 22:34 WIB

'47 Persen Puskesmas Hanya Mampu Lacak 5 Kontak per Kasus'

CISDI mencatat saat ini hanya 39 persen puskesmas yang mampu tes PCR

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Petugas puskesmas mensosialisasikan cara mencuci tangan yang baik kepada murid Madrasah Al Hidayah 2 saat kegiatan Gerakan Bersama (GEMA) melawan COVID-19 di kantor UPTD BLK Kabupaten Garut, Jawa Barat. Lembaga Think Tank Bidang Pembangunan Kesehatan CISDI mengadakan survei mengenai kapasitas pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) dalam menekan infeksi virus corona SARS-CoV2 (Covid-19). Hasilnya, 47 persen puskesmas hanya melacak di bawah lima kontak per satu kasus positif.
Foto: ANTARA/Candra Yanuarsyah
Petugas puskesmas mensosialisasikan cara mencuci tangan yang baik kepada murid Madrasah Al Hidayah 2 saat kegiatan Gerakan Bersama (GEMA) melawan COVID-19 di kantor UPTD BLK Kabupaten Garut, Jawa Barat. Lembaga Think Tank Bidang Pembangunan Kesehatan CISDI mengadakan survei mengenai kapasitas pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) dalam menekan infeksi virus corona SARS-CoV2 (Covid-19). Hasilnya, 47 persen puskesmas hanya melacak di bawah lima kontak per satu kasus positif.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Think Tank Bidang Pembangunan Kesehatan CISDI mengadakan survei mengenai kapasitas pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) dalam menekan infeksi virus corona SARS-CoV2 (Covid-19). Hasilnya, 47 persen puskesmas hanya melacak di bawah lima kontak per satu kasus positif.

"Situasi penanganan wabah bertambah rumit lantaran hanya 39 persen puskesmas yang memiliki kapasitas tes swab Polymerase Chain Reaction (PCR), sedangkan 80 persen lainnya mengandalkan tes cepat serologi," kata Direktur Kebijakan CISDI Olivia Herlinda saat mengisi konferensi virtual CISDI mengenai publikasi hasil survei kapasitas Puskesmas menekan infeksi Covid-19, Kamis (5/11).

Ia menambahkan, temuan lain survei ini juga mengungkapkan hanya 28 persen responden puskesmas yang mendapat paling banyak 10 kuota tes PCR per hari, 12 persen tes cepat menggunakan tes cepat sebagai alat diagnostik, dan hanya 39 persen puskesmas mengambil spesimen swab PCR. Ia menambahkan, survei ini menunjukkan 53 persen responden puskesmas masih bisa melaksanakan aktivitas kesehatan seperti biasa. 

Meski begitu, ia menyebutkan 46 persen yang lain perlu mengurangi jam kerja dan beberapa jenis layanan dan 1 persen yang  lain memilih melaksanakan buka tutup terjadwal. Dari sisi upaya promotif, 54 persen responden mengatakan puskesmas hanya memiliki satu tenaga promosi kesehatan. 

Diketahui juga 56 persen responden tenaga promosi kesehatan tersebut berasal dari latar pendidikan profesi lain dan bukan spesifik ahli promosi kesehatan. "Penanganan  wabah perlu diintegrasikan dengan pendekatan kesehatan yang holistik, salah satunya ialah dengan memaksimalkan upaya promotif dan preventif," katanya.

Ia menambahkan, kedua peran itu strategis dijalankan puskesmas dan  karenanya pemerintah perlu menguatkan puskesmas dan berbagai partisipasi pemangku kepentingan lainnya sebagai bagian upaya penanganan wabah. Sayangnya, ia mengakui berbagai temuan survei ini menampilkan wajah pelayanan puskesmas yang belum dapat berfungsi maksimal karena segala keterbatasannya. 

Olivia menyebutkan, survei ini dilakukan pada 1.094 responden selama periode 14 Agustus hingga 17 September lalu. Terkait hasil survei ini, ia memberikan beberapa rekomendasi untuk membenahi kebutuhan puskesmas. Melihat masih belum terpenuhinya kebutuhan puskesmas selama pandemi, 

terutama untuk memastikan puskesmas dapat melakukan strategi tes, lacak, isolasi dan promosi kesehatan secara optimal, pemerintah perlu melaksanakan beberapa langkah strategis pembenahan. Beberapa di 

antaranya, yakni memobilisasi dan menetapkan prioritas sumber daya untuk puskesmas, melatih dan mensosialisasikan pedoman pencegahan dan pengendalian COVID-19 revisi 5 di seluruh puskesmas, menyediakan tes reguler dan alat pelindung diri (APD) yang cukup bagi tenaga kesehatan puskesmas, serta melakukan pendekatan inovatif untuk memastikan pelayanan kesehatan esensial tetap berjalan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement