Kamis 05 Nov 2020 17:07 WIB

Isolasi Mandiri dan Disiplin, Sekeluarga Sembuh dari Covid

Ganet atur pola makan, minum vitamin, istirahat cukup, berjemur, dan positive mindset

Rep: Erik PP/ Red: Erik Purnama Putra
Penyintas Covid-19, Stevanus Grandy Budiawan.
Foto: Tangkapan layar
Penyintas Covid-19, Stevanus Grandy Budiawan.

REPUBLIKA.CO.ID, Medio akhir Juni hingga awal Juli 2020, menjadi momen paling tidak terlupakan bagi Stevanus Grandy Budiawan. Pada waktu itu, Ganet, panggilan akrabnya, divonis dokter positif Covid-19. Dia tidak sendirian, melainkan juga dengan istri dan kedua anaknya, yang masing-masing memasuki usia kuliah dan kelas 6 SD.

Ganet-yang kini berstatus penyintas Covid-19-menceritakan, pada hari Rabu sampai Jumat, ia tidak ke kantor dan memilih istirahat di rumah. Dia yang merupakan pekerja swasta pun berkonsultasi ke dokter umum langganan keluarga. Setelah menjalani pemeriksaan, ia didiagnosis mengalami radang tenggorokan. Pesan dokter, Ganet hanya diminta istirahat dan diberi obat-obatan.

Kemudian, Ganet berkomunikasi dengan orang kantor pada hari Sabtu, lantaran ia ingin ke kantor. Namun, lantaran masih menderita radang tenggorokan disertai demam, dan hilangnya indra penciuman, ia oleh orang kantor diminta menjalani tes usap (swab test) mandiri di sebuah rumah sakit (RS) swasta di Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Banten.

"Maka saya tes Sabtu pagi, swab hasilnya keluar keesokan harinya, dan hari itu hasilnya positif," kata Ganet dalam dialog virtual bertema 'Vaksin: Intervensi Kesehatan Masyarakat yang Efektif dan Aman' di akun Youtube Kemkominfo TV, Selasa (3/11).

Pada Minggu ketika Ganet dinyatakan positif, istri dan kedua anaknya langsung menjalani tes usap. Hanya sehari berselang atau hari Senin, hasil tes keluar. Ketiganya sama-sama dinyatakan positif Covid-19 mengikuti jejak Ganet. Setelah melihat kondisi saat itu, Ganet bersama keluarganya langsung tahu apa yang harus dilakukan.

"Kami (sebelumnya) sudah merasa kayak positif (sebelum tes), setidaknya ada persiapan mental. Saat lihat hasil (positif) kaget sih, tapi kami sudah siap," kata Ganet menerangkan perasaannya kala itu.

Setelah satu keluarga itu dinyatakan positif Covid-19, Ganet berinisiatif menghubungi ketua rukun tangga (RT) dan rukun warga (RW) melalui Whatsapp. Dia juga mengabari puskesmas terdekat. Lantaran kartu tanda penduduk (KTP)-nya masih beralamat di Jakarta, ia juga langsung dikontak puskesmas setempat, yang ikut mendapatkan hasil tes usapnya.

"Terus saya kabari, dok (dokter) saya sudah tinggal di sini (Tangsel) cukup lama, sudah lapor puskesmas terdekat saya," kata Ganet menjelaskan usahanya ketika sudah berstatus positif Covid-19.

Karena satu keluarga berstatus orang tanpa gejala (OTG), Ganet sempat konsultasi dengan dokter RS tempat melakukan tes usap. Awalnya, ia diminta dokter untuk menjalani rawat inap, lantaran memiliki riwayat penyakit penyerta, yaitu darah tinggi dan gangguan jantung. Namun, waktu itu Ganet langsung berargumen badannya merasa sehat serta tidak mengalami penyakit demam dan batuk.

"Kalau boleh memilih saya isolasi mandiri sekeluarga. Bisa handle satu sama lain, lebih tenang, istri dan anak bisa disekitar saya. Kita sama-sama mencoba pulih. Kita atur pola makan, minum vitamin, istirahat yang cukup, berjemur, positive mindset yang paling penting," kata Ganet.

Jalani isolasi mandiri

Hasil diskusinya dengan dokter, akhirnya diputuskan satu keluarga menjalani isolasi mandiri di rumah yang berada di sebuah klaster perumahan. Selama di dalam rumah, Ganet dan anak bungsunya sama-sama termasuk OTG. Adapun istrinya kehilangan indra penciuman dan, anak perempuan yang pertama kehilangan indra penciuman dan pengecap.

Ketika memasuki hari kedelapan, istrinya pernah mengalami gejala sakit di badan dan merasa lemas. "Setelah konsultasi dokter, diberi obat antivirus, dan kami isolasi mandiri sampai hari ke-14," ucap Ganet. Sementara, ia sendiri tetap bekerja seperti biasanya dari rumah.

Tepat dua pekan menjalani isolasi di rumah, ia dan seluruh anggota keluarga menjalani tes usap di sebuah RS Tangerang. Keluar keesokan harinya, dokter mengabarkan kepada Ganet kalau semuanya sudah negatif. Dia pun bersyukur lantaran usahanya dalam menjaga diri akhirnya berhasil.

"Setelah itu kami perpanjang isolasi mandiri dua pekan ke depan, lebih ke //recovery//, kami sebulan tetap jaga di rumah, baru setelah itu kami kegiatan seperti semula," ucap Ganet.

Dia melanjutkan, ada satu keputusan penting yang dibuat ketika seluruh anggota keluarga positif Covid-19. Ganet memutuskan untuk tidak memberi tahu penyakit yang diderita anak keduanya, yang kala itu sedang proses kenaikan kelas 5 ke kelas 6.

Dia tidak ingin anaknya bingung dan malah berimbas negatif kalau diberitahu tentang status positif Covid-19. Ganet mengantisipasi hal itu, lantaran anaknya yang paling kecil juga tidak mengalami gejala apapun. Keputusannya tepat, lantaran karena tidak tahu, anaknya beraktivitas seperti biasanya di dalam rumah selama menjalani isolasi.

Ganet mengungkapkan, karena di klaster perumahan tersebut merupakan pasien pertama Covid-19, hal itu mengundang perhatian dan kepedulian para tetangga. Dia mengaku, tidak pernah kekurangan bahan makanan yang disuplai tetangga, meliputi susu kaleng, buah, telur, dan sayuran. Selama positif Covid-19, ia dan istri memasak sendiri semua makanan yang dikonsumsi.

Ganet dan istri memilih menjaga pola makan mengurangi gula dan karbohidrat. "Kami masak sendiri bisa lebih tahu mutu hidangan anak-anak. Vitamin dan suplemen kami konsumsi lebih. Dari masa isolasi mandiri kami konsumsi jaga kesehatan. Ini dijalani bersama kita berempat, banyak yang care bantu kita," kata Ganet.

Setelah sembuh seperti sekarang, Ganet memiliki prinsip yang dijalankan keluarga, yaitu tetap hati-hati ketika beraktivitas di luar. Dia dan anggota keluarga wajib menjalankan protokol kesehatan Covid-19, dan tidak boleh menganggap remeh dengan alasan sudah terbentuk antibodi dalam tubuh. Langkah pencegahan diambil, lantaran muncul kabar orang yang terbebas dari Covid-19 bisa saja tertular lagi di kemudian hari.

"Kehati-hatian tak boleh turun sama sekali, kita tak boleh sombong, kita jalankan protokol kesehatan. Kita jalankan saja saya bisa kena. Anggap orang lain berhadapan kita OTG, kita tak tahu dia sakit, kita harus hati-hati. Tak usah ragu-ragu menegur orang tak pakai masker," kata Ganet.

Dokter penyakit dalam Dirga Sakti Rambe, mengatakan, Ganet dan keluarga terkena Covid-19 yang bergejala ringan ditandai status OTG. Dirga menyebutkan, kasus Covid-19 memang banyak dan cepat menular, namun harus dipahami angka kesembuhannya tinggi. Karena itu, yang patut diwaspadai adalah yang tergolong kelompok berisiko tinggi. Mereka adalah para lanjut usia (lansia) 60 tahun ke atas dan orang-orang dengan penyakit kronis.

"(Jika terkena Covid-19) pertama berpikir positif, tenang. Dan kedua, tetap konsultasi ke dokter, bisa putuskan layak isolasi mandiri dan dirawat di RS. Setelah konsultasi ke dokter baru minum obat-obatan, bukan minum antibiotik sendiri, itu tak boleh," ucap Dirga menanggapi penjelasan Ganet.

Dia berpesan, meskipun seorang dinyatakan sembuh dari Covid-19, tetap harus hati-hari dalam aktivitas sehari-hari yang bertemu dengan banyak orang. Pasalnya, sekarang banyak laporan reinveksi, yaitu kondisi orang dinyatakan sembuh, namun tertular lagi. Dirga membaca sebuah jurnal, di dunia sudah ada 25-30 orang yang terinfeksi Covid-19 lagi usai dinyatakan sembuh.

Alhasil, durasi antibodi yang terbentuk di dalam tubuh eks pasien Covid-19 tidak seumur hidup. Karena itu, prinsip 3M tetap harus dijalankan, yaitu menggunakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Dirga juga mengingatkan, penanganan pandemi hanya efektif jika vaksin sudah ditemukan. Selama vaksin Covid-19, belum ditemukan, masyarakat hendaknya menerapkan protokol kesehatan secara ketat.

"Bagi teman-teman yang terkonfirmasi Covid yang ringan bisa isolasi mandiri di rumah, bahkan bisa tanpa minum obat-obatan. Untuk anak-anak masih kecil secara umum angka kejadian Covid jauh lebih rendah daripada orang dewasa. Apalagi Covid berat, anak-anak sangat kecil (tertular). Anak-anak tak boleh lengah (tetap) bisa menularkan (ke orang dewasa)," kata Dirga menambahkan.

Meluruskan informasi

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) juga turut berperan aktif dalam penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia. Hal itu sebagai respon atas pernyataan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menyinggung munculnya istilah infodemi, yang menggambarkan persebaran hoaks berkaitan dengan pandemi Covid-19. Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kemenkominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, mengatakan, infodemi telah menjadi masalah baru bagi dunia internasional, selain pandemi Covid-19 itu sendiri.

Upaya pengendalian yang dilakukan Kemenkominfo, sambung dia, bukan dengan membatasi kebebasan berekspresi masyarakat, namun berusaha mencegah keresahan dan gangguan ketertiban umum. “Karena situasi pandemi ini kita perlu meluruskan informasi-informasi yang salah agar tidak membuat keonaran atau membuat keresahan dan/atau mengganggu ketertiban umum,” ucap Semuel dalam konferensi pers secara virtual bertema 'Strategi Kominfo Menangkal Hoaks Covid-19' di Jakarta, belum lama ini.

Menurut Semuel, pemerintah berupaya meluruskan informasi yang salah berkaitan dengan pandemi. Hal itu dilakukan dengan menelusuri sumber informasi hoaks dan menerima aduan dari masyarakat. "Kami selalu melakukan verifikasi tidak jadi tidak serta merta Pemerintah langsung mengambil tindakan tanpa memverifikasi. Kita selalu melakukan langkah-langkah verifikasi berkas itu dilakukan dengan beberapa pihak," jelasnya.

Semuel mengatakan, ada tiga bentuk infodemi yang beredar di masyarakat. Pertama, misinformasi atau penyebaran informasi yang tidak tepat akibat adanya ketidaktahuan akan informasi yang tepat. Kedua, disinformasi atau penyebaran informasi yang tidak tepat dan bersifat destruktif secara sengaja. Ketiga, malinformasi atau penyebaran informasi faktual untuk merugikan pihak-pihak tertentu.

Dia menganggap, ketiga jenis gangguan informasi di tengah pandemi, mengakibatkan pemahaman masyarakat yang tidak lengkap tentang situasi dan prosedur medis yang tepat terkait virus Covid-19. Karena itu, Kemenkominfo hadir untuk ikut meluruskan informasi yang beredar di masyarakat agar tidak ada pihak yang dirugikan. "Hal ini kemudian menimbulkan stigmatisasi terhadap rumah sakit, tenaga medis dan penyintas Covid-19, hingga keengganan masyarakat untuk melakukan protokol kesehatan yang telah disarankan,” jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement