Kamis 05 Nov 2020 16:50 WIB

Ekonomi Minus, Benarkah The Worst Is Over?

Meski ekonomi minus, pemerintah optimistis ekonomi Indonesia menuju jalur pemulihan.

Warga tertidur di pinggir jalan kawasan Sudirman, Jakarta, Rabu (4/11/). Pada Kamis (5/11), BPS resmi mengumumkan ekonomi Indonesia kuartal III tumbuh minus 3,49 persen. Dua kali berturut-turut berada di level minus pertumbuhan ekonominya, Indonesia dipastikan alami resesi.
Foto: ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
Warga tertidur di pinggir jalan kawasan Sudirman, Jakarta, Rabu (4/11/). Pada Kamis (5/11), BPS resmi mengumumkan ekonomi Indonesia kuartal III tumbuh minus 3,49 persen. Dua kali berturut-turut berada di level minus pertumbuhan ekonominya, Indonesia dipastikan alami resesi.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Adinda Pryanka, Novita Intan, Antara

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal ketiga mengalami kontraksi atau tumbuh minus 3,49 persen (year on year/yoy). Angka tersebut membaik dibandingkan kuartal sebelumnya yang mencapai minus 5,32 persen.

Baca Juga

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, hampir semua sektor mencatatkan perbaikan atau turning point yang menggambarkan titik balik pemulihan ekonomi Indonesia. Realisasi ini dinilainya dapat memberikan harapan besar untuk terus memperbaiki ekonomi dari sisi produksi.

"Kuartal ketiga menunjukkan, the worst is over atau hal paling buruk, dampak terburuk dari Covid-19 di kuartal kedua sudah terlewati dan sekarang sudah tahap pemulihan," ujarnya dalam konferensi pers virtual, Kamis (5/11).

Sri menyebutkan, salah satu sektor yang menunjukkan perbaikan sangat nyata adalah transportasi dan pergudangan. Setelah sempat terpukul hingga tumbuh minus 30,8 persen (yoy) pada kuartal kedua, sektor ini naik hampir separuhnya pada kuartal ketiga, meski masih di level negatif 16,70 persen (yoy).

Sektor penyedia akomodasi dan makan minum juga meningkat pesat atau membaik hampir 50 persen. Pada kuartal kedua, kontraksi sektor ini mencapai 22 persen yang kini sudah berada di level minus 11,86 persen. "Reboundnya cukup besar," tutur Sri.

Dua sektor kontributor terbesar ke PDB juga sudah membaik. Industri pengolahan yang tumbuh minus 6,19 persen pada kuartal kedua, telah mengalami pertumbuhan di minus 4,3 persen pada kuartal ketiga. Perdagangan besar dan eceran juga menunjukkan perbaikan dari minus 7,6 persen menjadi minus lima persen pada Juli-September.

Sri menyebutkan, pemerintah akan terus memberikan berbagai stimulus fiskal untuk mendukung dunia usaha. Baik dalam bentuk insentif perpajakan dan dorongan belanja guna membantu bangkinya kembali sektor produksi.

"Evaluasi juga terus dilakukan agar semakin memberi dorongan pemulihan yang semakin kuat di sektor-sektor ekonomi tersebut," katanya.

Di sisi lain, Sri mengakui, masih ada beberapa sektor yang membutuhkan perjalanan panjang untuk pemulihan. Salah satunya pertambangan yang tumbuh negatif 4,28 persen pada kuartal ketiga, setelah kontraksi 2,72 persen pada kuartal sebelumnya.

Sri menjelaskan, kontraksi tersebut dikarenakan kondisi permintaan dari global terhadap komoditas energi dan berbagai produk pertambangan masih belum pulih. Selain itu, harga batu bara dan migas juga masih jauh di bawah level sebelum pandemi.

Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Arif Budimanta mengatakan pemerintah sudah berada pada trek yang tepat untuk memulihkan kondisi perekonomian meskipun pertumbuhan kuartal III 2020 masih mengalami kontraksi. "Kita optimis, pemulihan ekonomi akan berada di trek yang tepat dan Indonesia bisa," kata Arif Budimanta dalam pernyataan tertulis.

"Ekonomi kita telah mengalami banyak perbaikan dan kemajuan dibandingkan dengan kuartal II ketika awal pandemi terjadi di Indonesia. Faktor belanja pemerintah, menopang pelemahan di sektor konsumsi maupun investasi," ungkap Arif.

Menurut Arif, Presiden Jokowi mengarahkan para menterinya untuk mengefektifkan anggaran sehingga mampu memulihkan perekonomian khususnya melalui program penanganan Covid-19. Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) terbukti efektif dalam membalikkan pelemahan ekonomi yang sempat dialami Indonesia sejak Maret 2020.

Tercatat belanja pemerintah pada kuartal III 2020 tumbuh 9,76 persen dan memberi kontribusi senilai 9,69 persen terhadap output perekonomian. Selanjutnya sektor konsumsi rumah tangga pada kuartal III 2020 tercatat secara tahunan tumbuh minus 4,04 persen sementara sektor investasi juga berada di zona negatif, yaitu minus 6,48 persen.

Dari sektor perdagangan internasional, ekspor mengalami pertumbuhan minus 10,82 persen dengan laju penurunan impor yang lebih besar yakni minus 21,86 persen.

"Pemerintah sendiri, hingga kuartal III 2020 telah membelanjakan APBN senilai Rp 1.840,9 triliun atau 67,2 persen dari total belanja negara, angka ini naik 15,4 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2019 lalu," tambah Arif.

Khusus untuk program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, belanja yang sudah tersalurkan hingga 23 September lalu mencapai Rp 268,3 triliun atau 38,6 persen dari total pagu anggaran.

Realisasi tersebut terus berkembang dan dipercepat sehingga per tanggal 2 November lalu sudah terealisasi Rp 366,86 triliun atau sekitar 52,8 persen dari total pagu Rp 695,2 triliun.

"Pada kuartal keempat, sisa anggaran akan terus disalurkan untuk menstimulasi perekonomian apalagi, sektor-sektor tertentu kini telah mulai bergerak. Hal itu dapat tercermin dari indeks keyakinan konsumen dan indeks manufaktur yang kian membaik," ungkap Arif.

Tenaga Ahli Utama Kedeputian III KSP Edy Priyono mengatakan perbaikan ekonomi terjadi cukup signifikan di kuartal III. “Ini bisa menjadi modal yang bagus untuk melangkah ke kuartal IV-2020,” ujar Edy.

Pertumbuhan ekonomi tahunan (yoy) di kuartal III 2020 dibandingkan kuartal II 2020 juga mengalami perbaikan karena level kontraksi mengecil. Pada kuartal II 2020, pertumbuhan ekonomi secara tahunan terkontraksi hingga minus 5,3 persen.

Saat ini, kata Edy, yang sangat penting adalah cara untuk memastikan kebijakan lanjutan dapat efektif untuk memulihkan ekonomi.

“Strategi pemerintah merancang sejumlah program dalam Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) adalah langkah yang tepat. Selain itu, pemerintah terus mendorong belanja pemerintah,” ujarnya.

Hal ini sesuai dengan kebijakan kontrasiklus (counter cyclical) untuk melawan perlambatan ekonomi. Artinya ketika perekonomian lesu, kata dia, belanja pemerintah menjadi dapat menjadi andalan untuk mendorong perekonomian agar dapat memutarbalikkan siklus perlambatan ekonomi.

Edy mengatakan kebijakan untuk kontrasiklus harus terus dilakukan selama perekonomian belum sepenuhnya pulih. Di samping itu, lanjut dia, kelompok menengah-atas harus terus didorong untuk meningkatkan konsumsinya.

“Selama ini mereka diduga banyak menempatkan uangnya sebagai tabungan. Pemerintah perlu mendukung dengan menegakkan aturan tentang protokol kesehatan, karena kelompok menengah-atas hanya akan mau keluar dan berbelanja (secara fisik) jika merasa aman,” kata dia.

Sampai saat ini, ujarnya, pemerintah masih konsisten dengan penanganan dampak Covid-19 melalui berbagai aspek.

Pada masa pandemi, Edy melihat pertumbuhan ekonomi Indonesia juga lebih baik dibanding beberapa negara lainnya. Berdasarkan data BPS, memang ada negara yang pertumbuhan ekonominya di kuartal III-2020 lebih baik dibanding Indonesia seperti China (4,9 persen), Taiwan (3,3 persen), Vietnam (2,62 persen).

Korea Selatan dan Amerika Serikat juga sedikit lebih baik daripada Indonesia, meskipun pertumbuhan kedua negara itu pada kuartal III-2020 juga masih negatif yakni masing-masing minus 1,3 persen dan minus 2,9 persen.

Akan tetapi, beberapa negara lain mengalami kontraksi yang lebih buruk dibandingkan Indonesia pada kuartal III 2020, seperti Singapura (-7,0 persen) dan Meksiko (-8,58 persen).

“Kalau melihat perbandingan tersebut, pertumbuhan Indonesia cukup baik. Yang terpenting adalah, pertumbuhan kita di kuartal III-2020 lebih baik daripada kuartal II-2020, sehingga menunjukkan bahwa secara bertahap kita bergerak menuju pemulihan ekonomi,” ujarnya.

Pengamat Ekonomi dari Center of Reform on Economic (Core) Indonesia Mohammad Faisal realisasi pertumbuhan ekonomi pada kuartal III yang minus menandakan belum ada perbaikan ekonomi ke depan. “Artinya potensi ke depan bisa jadi dalam beberapa kuartal, kita masih akan mengalami pertumbuhan yang kontraksi,” ujarnya kepada wartawan, Kamis (5/11).

Menurutnya realisasi pertumbuhan ekonomi juga menandakan kontraksi cukup dalam. Padahal pada kuartal III pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sudah dilonggarkan.

“Kontraksi tidak sedalam itu saya prediksi meski sudah lebih baik dari kuartal II tapi kuartal II anjlok karena pengetatan,” ucapnya.

Ke depan, Faisal menyebut perekonomian harus digerakkan oleh konsumsi khususnya kalangan menengah ke atas yang dinilai masih menahan pengeluaran. Hal ini perlu dilakukan oleh pemerintah agar pertumbuhan ekonomi kembali positif.

“Pekerjaan rumah besar yang harus ditanggulangi mengenai pandemi karena selama ada peningkatan kasus Covid-19, konsumsi masyarakat ekonomi menengah ke atas akan tetap bertahan atau menunda belanja,” jelasnya.

Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, ekonomi Indonesia mengalami kontraksi 3,49 persen pada kuartal III. Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, terlihat perbaikan pada berbagai indikator. Di antaranya, sebagian besar lapangan usaha yang mulai menunjukkan pertumbuhan.

"Ada perbaikan di sana. Masih kontraksi tapi tidak sedalam kuartal kedua dan arahnya harus diperbaiki dengan semangat optimisme bersama," ujarnya dalam konferensi pers secara virtual.

Pemulihan lebih signifikan terlihat secara kuartalan (q-to-q). Dibandingkan kuartal kedua 2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia menunjukkan pertumbuhan positif 5,05 persen. Realisasi ini juga jauh membaik dibandingkan periode April hingga Juni yang mencatatkan pertumbuhan negatif 4,19 persen.

Suhariyanto menyebutkan, pertumbuhan ekonomi yang membaik di kuartal III dipengaruhi berbagai peristiwa. Di antaranya, perekonomian di berbagai negara yang juga menunjukkan pemulihan dibandingkan kuartal sebelumnya. "Berbagai pergerakan indikator di banyak negara mengalami perbaikan tapi masih menghadapi kendala karena masih tingginya kasus Covid-19," katanya.

photo
Negara-negara yang mengalami resesi akibat pandemi Covid-19. - (Tim Infografis Republika.co.id)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement