REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Ribuan warga yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Muslim Tasikmalaya (Al Mumtaz) melakukan aksi bela Rasulullah di depan Masjid Agung Tasikmalaya, Rabu (4/11). Aksi itu merupakan bentuk respons umat Islam di Tasikmalaya atas pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang dinilai menhina Islam dan Nabi Muhammad SAW. Massa aksi menyerukan untuk seluruh masyarakat memboikot produk-produk Prancis.
Berbagai atribut dibawa oleh massa, mulai dari poster, spanduk, hingga bendera tauhid. Namun, ada yang menarik dari spanduk yang dibawa oleh massa aksi, yaitu kalimat doa untuk Denny Siregar. Dalam spanduk yang terpasang di bangian sisi mobil komando itu, terpampang tulisan besar, "KAMI DO'AKAN DENNY SIREGAR HIDUP MELARAT 7 TURUNAN."
Aksi yang dilakukan di Tasikmalaya memang bukan sekadar respons atas pernyataan Presiden Prancis. Aksi yang dikomandoi Al Mumtaz itu juga merespon isu lainnya, seperti penghinaan kepada santri dan meminta Denny Siregar ditangkap.
Denny Siregar memang memiliki urusan yang belum selesai dengan Pesantren Tahfidz Quran Daarul Ilmi Kota Kota Tasikmalaya. Pegiat media sosial itu sempat dilaporkan polisi karena dianggap menghina santri dan pesantren, lantaran mengunggah foto santri pesantren tersebut dengan keterangan calon teroris. Sampai saat ini, proses hukum kasus itu terus berjalan dan ditangani oleh Polda Jawa Barat (Jabar).
Ketua Forum Mujahid Tasikmalaya, Nanang Nurjamil mengatakan, isu Denny Siregar dibawa juga dalam aksi bela Rasulullah agar masyarakat tetap ingat akan kasus itu. "Aksi ini juga dalam rangka itu (menuntut Denny Siregar ditangkap)," kata dia kepada Republika.
Sementara itu, Pimpinan Pesantren Tahfidz Quran Daarul Ilmi Kota Tasikmalaya, ustaz Ahmad Ruslan Abdul Gani mengaku belum menerima informasi perkembangan kasus itu sejak terakhir datang ke Polda Jabar, satu bulan silam. Ia tak mengetahui apakah Denny Siregar telah dimintai keterangan oleh kepolisian atau belum.
"Semenjak pemanggilan kami yang kedua, sampai sekarang belum ada update terbaru tentang kasus Denny, baik pemanggilan ataupun perkembangan lainnya," kata dia.
Bahkan, kuasa hukumnya juga menyanyakan hal serupa. Namun, nyatanya belum ada informasi perkembangan kasus dari Polda Jabar.
Karena itu, dalam waktu dekat, pihaknya bersama Forum Mujahid Tasikmalaya akan melakukan audiensi dengan DPRD Kota Tasikmalaya. Audisensi itu bertujuan untuk meminta langsung kepada wakil rakyat agar memberikan dukungan dalam penanganan kasus tersebut.
"Misalnnya agar menyurati Kapolda agar serius menangani kasus ini. Kita ingin mendesak Polda Jabar untuk serius menangani kasus Denny Siregar. Kalau tak bisa serius, forum akan mengadakan pengadilan rakyat," kata dia.
Ruslan sendiri tak mengerti alasan kepolisian belum meminta keterangan Denny Siregar. Padahal, dari informasi yang diterimanya sata terakhir mendatangi Polda Jabar, Denny Siregar telah dikirimi surat dua kali untuk datang ke Polda Jabar. Namun, panggilan itu selalu tak direspon.
"Harusnya kan ada penjemputan. Tapi saya tidak tahu apa istimewanya Denny Siregar hingga belum dimintai keterangan," kata dia.
Berdasarkan catatan Republika, kasus Denny Siregar dilaporkan pada 2 Juli 2020 ke Polresta Tasikmalaya. Dengan alasan untuk memudahkan penyidikan, kasus yang sebelumnya ditangani di Polresta Tasikmalaya itu dilimpahkan ke Polda Jabar pada 7 Agustus 2020. Hingga saat ini, belum ada informasi bahwa Denny Siregar sudah diperiksa kepolisian.
Denny Siregar sebelumnya telah dilaporkan ke polisi terkait pernyataannya dalam status Facebook-nya pada 27 Juni 2020. Dalam status itu, ia menulis status berjudul "ADEK2KU CALON TERORIS YG ABANG SAYANG" dengan mengunggah santri yang memakai atribut tauhid.
Terlapor diduga tanpa hak menyebarkan informasi untuk menimbulkan kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA dan/atau penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Terlapor diduga melanggar Pasal 45A ayat 2 dan/atau Pasal 45 ayat 3, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.