REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) mengancam akan menggugat Jaksa Agung Sanitiar Burhanudin, dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Ancaman tersebut, MAKI lakukan jika somasi terbuka terkait seleksi penempatan jabatan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) 2020, tetap meloloskan nama-nama yang dianggap cacat etik, dan prosedur.
Kordinator MAKI Boyamin Saiman dalam pernyataan mengatakan, saat ini ada enam nama pejabat esselon II A di kejaksaan yang lolos ke seleksi tahap akhir promosi Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) untuk tujuh provinsi berkualifikasi. Enam pejabat tinggi tersebut, yakni Febrie Adriansyah selaku Direktur Penyidikan pada JAM Pidsus, dan Ida Bagus Wismantanu sebagai Direktur Penuntutan pada JAM Pidsus, serta M. Rum yang sekarang menjabat Direktur Eksekusi JAM Pidsus.
Tiga lainnya, yakni Mia Amiati sebagai Kajati Riau, dan Idianto selaku Direktur Pengawalan Pembangunan Strategi pada JAM Intel, serta Raden Febrytriyanto yang sekarang menjabat Kajati Sulawesi Tenggara (Sultra). Keenam nama tersebut, Rabu (4/11), bakal mengikuti seleksi tahap akhir penempatan sebagai Kajati di tujuh pos Kejati Berkualifikasi Pemantapan 2020.
Yaitu di Kejati Sumatera Utara, Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Namun, dalam penelusuran MAKI, Boyamin menegaskan, ada dua dari enam nama lolos seleksi tahap akhir tersebut, yang cacat etik, dan cacat prosedural saat bertugas sebagai jaksa.
“MAKI meminta tim penilai dan Jaksa Agung menyatakan tidak lolos dalam seleksi tahap akhir, dua dari enam nama calon Kajati tersebut,” kata Boyamin, dalam keterangannya, Rabu (4/11).
Boyamin belum mau membeberkan dua dari enam nama yang menurutnya harus dicoret dari proses seleksi itu. Akan tetapi, Boyamin memberi gambaran tentang dua nama tersebut. Kata dia, dua nama yang harus dicoret tersebut, yaitu jaksa yang saat ini dalam proses pelaporan ke JAM Was. Dan satu nama jaksa yang dilaporkan ke Komisi Kejaksaan (Komjak) terkait dugaan pelanggaran etik dan prilaku.
Satu jaksa tersebut, kata Boyamin juga, pernah dinyatakan tidak lulus Diklat Kepemimpinan II dan I di Lembaga Administrasi Negara (LAN). Dan satu jaksa yang melakukan manipulasi peringkat uji kompetensi. Satu jaksa yang pernah menjabat selaku Kajati, tetapi diketahui tak melakukan pengawasan terhadap kinerja Kejaksaan Negeri (Kejari) yang menyeret ke persoalan korupsi. Dan satu jaksa yang diduga melakukan penghentian penyelidikan dugaan korupsi tanpada dasar hukum.
MAKI menuding, dua orang jaksa dari enam yang lolos seleksi tersebut, sengaja diluluskan dalam setiap proses seleksi tahun ini, karena adanya kedekatan dengan pejabat tinggi lainnya di Kejaksaan Agung. “Bahwa dengan dugaan cacat etik, dan cacat prosedur terhadap dua dari enam nama yang lolos tersebut, maka MAKI meminta, Tim Seleksi hanya meloloskan empat nama,” tegasnya.
Kata Boyamin, jika Tim Seleksi tetap meloloskan dua nama yang dituding cacat etik, dan cacat prosedur tersebut, MAKI menyatakan, akan meggugat Jaksa Agung Burhanuddin, dan Presiden Jokowi selaku atasan pemimpin Korps Adhyaksa ke PTUN.
“MAKI akan mengajukan gugatan pembatalan terhadap dua nama cacat etik, dan proseduer tersebut, jika tetap diloloskan dalam seleksi tahap akhir,” kata Boyamin.
Menurut Boyamin, somasi dan ancaman gugatan PTUN yang akan dilakukan MAKI, dimaksudkan sebagai sarana pembuktian terbuka, tudingan terhadap dua nama yang dianggap cacat etik, dan cacat prosedur tersebut. “Sehingga, tim seleksi penempatan posisi Kajati Berkualifikasi Pemantapan 2020, benar-benar meloloskan jaksa-jaksa yang memenuhi syarat, dan tak memiliki kecacatan dalam etik, dan proses jabatan,” ujarnya.
Wakil Jaksa Agung Setia Untung Arimuladi, selaku Ketua Tim Panitia Seleksi, mengakui, tentang sisa enam nama jaksa yang lolos sampai seleksi tahap akhir penempatan Kajati Berkualifikasi Pemantapan 2020. Kata dia, enam nama yang tersisa tersebut, hasil dari saringan uji kompetensi yang sudah dilakukan sejak 10 Agustus 2020 lalu.
“Diikuti oleh 26 orang jaksa yang menduduki jabatan struktural eselon II A,” kata Setia dalam keterangan resmi yang diterima wartawan, Rabu (4/11).
Setia menolak tudingan yang menyebutkan adanya beberapa nama jaksa yang lolos seleksi, lantaran kedekatan dengan pejabat tinggi di Kejakgung. Sebab, kata dia, dari seluruh rangkaian uji kompetensi, dilakukan profesional dengan pelibatan tim penilai dari Lembaga Administrasi Negara (LAN), dan Badan Kepegawaian Negara (BKN).
“Sehingga tidak ada hubungannya dengan kedekatan para peserta seleksi jabatan dengan pejabat tinggi di Kejaksaan Agung,” terang Setia.
Kata Setia, enam nama yang lolos tersebut, bakal mengikuti uji kompetensi terakhir, pada Rabu (4/11). Proses uji kompetensi terakhir, akan dilakukan terbuka untuk umum, karena disiarkan dengan cara langsung. Kata dia, seleksi tahap akhir tersebut, sengaja dilakukan terbuka, untuk diketahui publik.